Minggu, 04 November 2012

Hidup di Hutan Rimba Belantara

Hidup di Hutan Rimba Belantara

Sumber gambar : http://akidsheart.com/
Bayangkan Anda hidup di hutan. Anda berperan sebagai seekor tupai yang hanya bisa meloncat dari pohon ke pohon. Ketika ada ular, Anda segera meloncat menyembunyikan diri. Jika sedang beruntung, Anda akan luput sebagai santapan si ular. Bayangkan seandainya Anda adalah seekor kelinci. Cantik, lucu, imut-imut dan menggemaskan. Namun ketika lewat seekor macan, Anda harus segera bergegas meloncat sejauh-jauhnya menyelamatkan diri. Jika sedang beruntung, anda juga bisa luput sebagai santap malam sang macan.
Coba bandingkan kehidupan di hutan dengan kehidupan saat ini. Fenomena yang kuat memakan yang lemah semakin marak terjadi. Ketika semua dilakukan atas dasar uang, yang terjadi adalah yang beruang (bukan nama hewan) memangsa yang tidak beruang. Celakanya, sistem kehidupan kita lambat laun makin dipaksa mengikuti adab kehutanan. Pendidikan berkualitas hanya dapat diikuti oleh mereka yang beruang. Kesehatan yang prima juga hanya bisa dinikmati tatkala beruang. Padahal kedua hal itu, pendidikan dan kesehatan, adalah fundamental bagi kemajuan sebuah bangsa. Profesi apapun jika dilakukan atas dasar UANG hanya akan menciptakan pola kerakusan dan kekarnivoraan yang semakin nyata.
Coba bayangkan seandainya semua orang melakukan profesinya tanpa didasari untuk mengejar uang. Guru mengajar dengan ikhlas, dengan tujuan hanya untuk mencerdaskan anak didik. Dokter mengobati dengan ikhlas, tidak terpengaruh oleh perusahaan farmasi yang memberikan iming-iming uang bonus obat. Tentara ikhlas menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI, tanpa mempedulikan bisnis keamanan hiburan malam. Polisi setia menjaga keamanan dan ketertiban, tanpa mempedulikan besaran setoran dari uang tilang. Politikus yang ikhlas menyumbangkan pikiran dan ide-ide brilian untuk kemajuan peradaban bangsa, tanpa mempedulikan proyek apa yang akan dikorupsi beramai-ramai. PNS yang dengan ikhlas menjadi abdi masyarakat, tanpa memikirkan berapa “tips” yang mau dikutil.
Ketika semua dilakukan atas dasar keuangan yang maha kuasa, maka bisa dianalogikan seperti kita hidup di tengah rimba. Hukum yang berlaku adalah hukum rimba. Yang kuat silakan menindas yang lemah. Yang kuat akan berada di puncak piramida makanan. Yang lemah, siap-siap saja berada di bagian bawah dan terbawah dari piramida. Siap-siap untuk dimangsa kaum kasta di atas nya.
Ketika pendidikan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja, maka akan menciptakan gajah-gajah yang mempunyai taring macan. Ketika kesehatan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang berduit saja, maka akan menciptakan macan-macan yang semakin gemuk. Lalu bagaimana nasib kancil, kelinci, kambing dan rusa? Semuanya hewan imut-imut yang berada di bagian dasar piramida makanan.
Coba bayangkan kita tidak hidup di hutan. Bayangkan kita hidup sebagai rerumputan. Semuanya hijau dan menyejukkan. Tidak ada rumput yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh menjadi rumput yang sehat. Rumput yang tinggi akan melindungi rumput yang rendah. Rumput yang rendah akan membantu memperkuat akar rumput yang tinggi agar tidak patah ditiup angin.
Betapa damainya jika kita adalah rerumputan.

NYAMUK

NYAMUK
Allah menciptakan nyamuk sepertinya sebagai sindiran kepada kita. Pernahkah kita menelusuri jejak drama kehidupan nyamuk yang sangat mengharukan itu? Pernahkah kita mencoba simpati atau berempati betapa keras dan kasarnya kehidupan nyamuk, melebihi kerasnya kehidupan anak jalanan sekalipun..! ah betapa mengharukan sekali.
Lihatlah! Nyamuk itu diciptakan dengan nyali pemberani, lebih berani dari peserta uka-uka. Drama nyamuk dimulai dari ketika nyamuk merasa gelisah karena perutnya keroncongan. Nyamuk mendekati sasaran yang jauh lebih besar berjuta-juta kali lipat dari tubuhnya. Lewat sensornya ia meneropong bagian darah terbanyak. Meski kepakan sayapnya menimbulkan suara, tak ada pilihan untuk mundur. Perlahan hinggap mencoba menusukkan mulutnya, diantara debaran hidup dan mati. Ia mempertaruhkan nyawa untuk bisa makan.
Tidak pernah ada dalam kamus sejarah, nyamuk menikmati saat proses makan. Adakalanya ia akan dihantam dengan lima jari. Tak berhenti di situ, saat ia berhasil melarikan diri ia diburu tak hanya 5 jari tapi 10 jari. Mungkin sebaiknya kita mengalah menyadari kehebatannya dengan mengikhlaskan sepersekian mili dari darah kita. Tapi tidak…..! Sudah tangki penuh, kecepatan melambat tepukan mengejutkan menghacurkan tubuh mungilnya. Tengoklah tembok-tembok yang berwarna merah itu bukti dari dendam kesumat kita.
Nyamuk memang dramatis sekali. Betapa kita kalah dengan nyamuk. Kita bertopang dagu menunggu rezeki tidak berusaha menjemput rezeki. Kita tak berusaha menjadi mahasiswa prestatif, mahasiswa terbaik karena merasa keterbatasan finansial, sarana prasarana. Jangan-jangan kita tidak mampu bukan karena kita tidak mampu tapi karena kita bersu’udhon dengan diri kita. Kita ambil pelajaran nyamuk, jika nyamuk bisa senekat itu maka kita juga harus bisa nekat. Coba kita refleksikan, nyamuk saja mempertaruhkan nyawa untuk makan, pasti kita juga bisa berjuang dengan apa yang kita punyai untuk cita-cita atau tujuan kita.
KUPU-KUPU
Suatu ketika ada seorang kuli bangunan yang bekerja di pinggir sungai. Adzan dhuhur pun bergema, bergegas kuli ini untuk menunaikan sholat. Usai sholat, ia pun duduk istirahat di bawah pohon. Terik matahari membuatnya berniat untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba saja perhatiannya tertuju pada benda yang membuatnya penasaran. Benda itu bergerak-gerak, dan muncul warna yang indah dengan belum sempurna. Oh ternyata itu kepompong!
Ditungguilah kupu-kupu yang hendak keluar. Kuli itu penasaran kupu apa gerangan yang akan keluar. Detik demi detik, menit demi menit membuat kuli bosan. Akhirnya ia memutuskan untuk menolong hewan mungil ini. ”Ah….akan kubantu kau kupu”, bisiknya dalam hati. Diambilnya pisau kecil dan ia buka kepompong itu. Alhasil kupu pun keluar dengan sempurna. Namun ada yang aneh, kupu itu tak pula terbang. Kuli mencoba menghalaunya, tak pula terbang. Hingga jenuh, akhirnya kuli itu kembali bekerja dengan beribu pertanyaan. ”Kenapa kupu itu tidak terbang?”
Sahabat, ternyata kupu-kupu keluar dari kepompongnya butuh waktu dan proses. Kupu-kupu akan terbang apa bila ia keluar dengan natural bukan cara instan dan bantuan. Ibarat kita pula, kesuksesan bukan diambil dengan cara pintas yang dianggap pantas. Tapi butuh pengorbanan, lelehan keringat serta derai air mata. Allah lebih tahu apa yang kita butuhkan, dan Dia akan memberi apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Coba kita renungkan cerita berikut:
”Aku minta pada Allah setangkai bunga segar nan indah, tapi Dia berikan kaktus berduri. Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik, tapi Dia berikan ulat berbulu. Aku sedih, kecewa dan protes betapa tidak adilnya ini. Namun kemudian, kaktus itu berbunga indah, bahkan sangat indah. Ulat itupun tumbuh mejadi kupu kupu yang amat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya. Allah tidak memberi apa yang kita inginkan tapi Dia memberikan apa yang kita butuhkan. Kadang kita kecewa, terluka, tapi jauh diatas segalanya, Dia sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita.

Putusnya Mata Rantai Metamorfosis Pendidikan

Putusnya Mata Rantai Metamorfosis Pendidikan

OPINI | 22 June 2010 | 10:51 Dibaca: 200   Komentar: 2   1 Inspiratif

Gencarnya pemberitaan video porno yang dilakukan oleh selebritis membuat kebakaran jenggot beberapa pihak. Polisi, ahli IT, bahkan Presiden RI semua ikut berbicara mengenai tragedi tersebut. Pro kontra ada dimana-mana dan semua mengarah pada permasalahan yang sama. Ribuan orang mengunduh secara gratis, tetapi entah berapa juta yang menggandakan lewat salin-tempel, blue tooth atau terang-terangan sudah dalam format VCD. Korban berjatuhan, baik dari korban/pelaku video, pengedar, pembajak, pengunggah, pemilik warnet dan parahnya generasi muda ikut terlibat didalamnya. Realitanya banyak anak-anak yang nongkrong didepan layar tabung atau LCD, dan bermain di sungai sudah terlupakan sambil berkata “salamat datang dunia teknologi dan  selamat jalan masa lalu”.
Beberapa waktu yang lalu membaca sebuah artikel “97% siswa SMP pernah melihat film porno”. Sebuah anggka yang fantastis, walaupun masih diragukan kebenarannya, tetapi setidaknya bisa menjadi lampu suar tentang kondisi anak saat ini. Angka 97% untuk anak SMP, bagaimana dengan anak SD, atau mungkin anak SMU yang hampir 100%, apalagi mahasiswa yang sudah naik levelnya menjadi pemainnya. Sungguh fenomena yang bak gunung es di tengah lautan tropis, aneh tetapi nyata. Seberapa besar pendampingan pendidikan formal sekolah dangan non formal “keluarga” dalam membentengi generasi mudah saat ini salayaknya dipertanyakan.
Mempersiapkan anak-anak atau generasi muda bukanlah perkara yang mudah pada kondisi terpaan jaman yang susah ditebak. Budaya hedonisme seolah sudah mengakar kuat dan menjadi racun yang semakin hari semakin akut seolah tak ada antidot-nya. Pendidikan formal dan nonformal seolah hanya sebagai rutinitas belaka dan selanjutnya gemerlapnya dunia yang berperan. Berbagai cara dilakukan orang tua untuk memoles putra-putrinya menjadi penerusnya kelak dan menjadi anak yang bisa dibanggakan. Segala cara ditempuh untuk mencapai tujuannya, tetapi kadangkala menjadi bumerang bagi anak itu sendiri.
Mencoba sedikit belajar dari kisah-kisah jaman kerajaan dahulu, dimana seorang putra mahkota diharuskan “ngenger”, berguru antar pedepokan, belajar olah jiwa dan kanuragan, mengembara dipelosok-pelosok desa. Tujuan pendidikan ala Pangeran jaman dulu, setidaknya memberikan gambaranya nyata kondisi sebenarnya, dimana bekal olah jiwa dan kanuragan langsung bisa dipraktikan. Ngenger selama sekian waktu untuk menempa diri menjadi seorang calon raja dengan segala macam kesulitan dan rintangan, dan walhasil menjadi sesosok pemimpin yang mendekati sempurna. Metode seperti itu juga diterapkan dikerajaan Inggris dimana putra mahkota dikirim di wilayah konflik, perang dan bencana.
Menjadi pertanyaan saat ini adalah bagaimana dengan pangeran, putri atau putra mahkota dalam pendidikannya. Tidak usah berbicara tentang kerajaan dahulu, tetapi beberapa kalangan orang mampu sepertinya enggan belajar dari kisah nyata. Generasi muda sekarang seolah terlena dan dimanjakan oleh fasilitas dan teknologi. Tidak memunafikan perkembangan jaman, tetapi setidaknya ada dampak negatif atau sebuah ada mata rantai proses yang terpotong. Sistim “ngenger” ala pangeran seolah menjadi cerita legenda dan milik orang-orang tertentu saja, tetapi saat ini sudah era modern dan semua bisa dengan mudah diperoleh.

Sebuah contoh sederhana, disaat anak sekolah mendapat tugas dari gurunya membuat sebuah artikel. Dahulu semua berbondong-bondong menuju perpustakaan mencari literatur, buku, majalah, kliping bahkan harus memindai halam koran satu persatu. Sebuah proses panjang dan tidak efisien jika dilihat dari kacamata saat ini. Pada saat ini biarkan pustakawan menjadi penunggu ribuan koleksi buku dan saatnya berpindah di sebuah mall sambil makan, cari hot spot lalu dengan mesin pencari mencari topik artikel, salin lalu tempel setelah itu edit sedikit dan selesai. Sebuah proses yang tidak membutuhkan waktu lama dan hasilnya tidak kalah yang berburu diperpustakaan. Bila mencermati sepertinya ada beberapa mata rantai proses yang terputus dimana penekanan saat ini adalah pada proses hasil akhir, padahal pendidikan adalan pelajaran proses untuk hasil akhir.
Saat ini mungkin banyak anak sekolah yang selalu berkutat dengan buku ajar, internet, dan lembaran-lembaran teori. Menjadi pertanyaan saat ini adalah, puaskan mereka dengan teori yang menjejali otak mereka. Belajar sedikit dari para Pangeran tempo dulu adalah dengan cara turun ke lapangan langsung. Bolehlah sekali-kali mengajak anak main di desa-desa walau hanya sebatas melihat kerbau membajak sawah. Mungkin kerbau dan sawah adalah contoh sederhana, namun sekarang sangat susah menemukan simbiosis hewan dan petani tersebut. Mengajari anak dengan melhat langsung dunia nyata sepertinya bisa memberikan tetesan embun penyegar disaat ada dahaga teori diotak mereka.

Belajar dari alam mungkin menjadi solusi yang baik dalam dunia pendidikan. Sebuah iklan produk susu yang menggambarkan seorang Ibu yang membiarkan anaknya berhujan-hujan ria untuk melihat metamorfosis kupu-kupu. Sebuah tindakan nyata yang patut diacungi jempol buat sang Ibu dengan membiarkan anaknya belajar langsung dari alam. Perubahan telur, ulat, kepompong dan menjadi kupu-kupu indah layaknya sebuah metaformosis pendidikan yang menjadi idaman. Ada sebuah proses yang setahap demi setahap dan berakhir dalam keindahan. Biarkan anak belajar dari alam dan biarkan alam mengajari mereka tentang sebuah proses belajar agar menjadi kupuk-kupu yang indah.

belajar dari alam

belajar dari alam


Hariku terasa lelah akhir ini..banyak hal yang tak bisa ku tebak terjadi...
kadang merasa sangat terpuruk, hingga air mata tak bisa tertahan tuk tumpah.

hah...kadang apa yang terjadi tak sesuai inginku. Harusnya ku sadari itu. Sejak awal semuanya tak semudah yang dibayangkan.Aku kembali mencermati, tiap kehidupanku, tak ada sesempurna kusa-Nya.


Aku memandangi tiap matahari terbit dan tenggelam. Ia membuatku kagum, tanpa bicara, tanpa syarat, sinarnya tetap menghangatkan, sinarnya tetap menyinari. Cerahnya ia membuat semangat tiap kali menyapa... Ia pun tak sempurna, seperti aku. Kadang kala teriknya membuat semua gerah, panasnya terkadang membuat perasaan marah. Tapi demikian, tanpa mengeluh ia tetap menyinari keesokan harinya, memberi cahaya terangnya, memberi kehidupan kita semua.
Aku ingin seperti mentari, dengan cahaya tetap menyinari, menghangatkan, memberi kehidupan.

Alam memberiku berjuta pelajaran, tentang keindahannya, tentang kedamaiannya, tentang kespontanitasannya. Embun yang jatuh di pagi hari itu, membuat dunia sesejuk dinginnya. Bagai kristal berkilau yang alami. Tak perlu harga mahal untuk menikmati, keindahan dunia yang menjadi milik setiap mata yang memandang. Hijau ini juga mengajariku tentang kedamaian, aroma sejuk dan tenangnya air mengalir. Amarahku terobati dengan sejuknya aroma pepohonan di tiap tepi sungai itu.
Aku ingin indah, seperti bunga-bunga cantik yang tumbuh di tiap tangkai dedaunan itu. Ia cantik tanpa polesan, tanpa dibuat-buat. Ia pun tak perlu bersusah payah agar orang mengaguminya. Ia seperti memiliki kekuatan magic yang hebat, menyihir semua mata dengan indah alaminya.



Melihat alam ini membuatku sadar, tak ada yang sehebat diriNya. Seperti alam-alam yang bisu, seperti tiap isyarat yang penuh makna, mereka tak sempurna. Tapi mereka indah dengan sendirinya. Aku memang tak sempurna, tapi semua akan sempurna dengan seluruh syukur yang dipanjatkan, seluruh rasa terima kasih untuk Tuhanku tercinta.
Semoga alam selalu tersenyum, memberikan sejuta indah yang tiada tara.

Manusia Belajar Dari Alam

Zola Zolu Gallery
I Tjwan Ing Ajak Manusia Belajar Dari Alam
BISNIS INDONESIA - 6 Juli 2003
Rimbunnya pepohonan di sebuah hutan, sepertinya menjadi atap yang memayungi ketentraman tujuh ekor monyet yang berkumpul dalam satu keluarga. Empat ekor anak - anaknya, begitu tenang mencari makanan di rerumputan. Sang Induk pun membiarkan keturunannya untuk belajar, sekaligus memanfaatkan apa yang diberikan alam sebagai bekal untuk mempertahankan hidupnya kelak.

Keharmonisan keluarga monyet itu ditangkap oleh I Tjwan Ing dalam lukisan cat minyaknya berukuran 1,2m x 2m dengan judul Keluarga Harmonis. Alam memang menjadi objek pilihan Tjwan Ing untuk dituangkan dalam lukisannya yang naturalis ekspresionis.

"Dari alam kita bisa melihat keindahan ciptaan Tuhan", ujarnya memberi alasan. Dengan lukisan keluarga monyet, misalnya, pelukis yang lahir di Mojo Agung, Jawa Timur, 20 November 1941 ingin menyampaikan pesan, "Selama tidak diganggu, mereka bisa hidup harmonis. Kenapa manusia tidak bisa hidup seperti itu?"

Dalam Lukisan alam lainnya tentang kehidupan nelayan di pinggir pantai, si raja hutan yang muncul di semak-semak, atau indahnya bunga yang sedang mekar, Tjwan Ing sepertinya ingin membagi renungannya bahwa manusia bisa belajar dari alam dengan melihat fenomena di dalamnya.

Beberapa ekor kijang yang lari ketakutan dikejar oleh singa seperti dituangkan dalam lukisan berjudul Menjaga Populasi, bukanlah suatu gambaran yang kejam. Dari lukisan itu justru alam sedang menjalan fungsi keseimbangannya agar siklus kehidupan berjalan semestinya.

"Tuhan telah membuat siklus seperti itu agar kelestarian alam tetap juga. Tapi manusia yang justru lebih banyak merusak alam", tuturnya.

Dengan teknik goresan cat minyaknya yang keras pada objek lukisan, terutama latar belakangnya, Tjwan Ing adalah pelukis dengan gaya naturalis ekspresionis. Dia mengaku ekspresi dalam lukisannya itu merupakan bagian dari dirinya yang cukup keras.

Lahir dari keluarga seniman - orang tuanya adalah pembatik dan kakaknya yang bernama I Fantze juga seorang pelukis. Tjwan Ing melukis sejak kecil dan menjual lukisannya mulai SMA. Bakatnya semakin terasah ketika masuk jurusan arsitektur interior ITB dan lulus pada 1970.

Kematangan dalam melukis, dia rasakan setelah lulus dari ITB. Sebagai arsitek interior dia selalu membayangkan keharmonisan warna, saat lukisannya dipanjang di dalam ruangan supaya klop dengan barang-barang yang ada.

Selama menekuni profesinya, dia baru melakukan pameran bersama sebanyak dua kali di World Trade Center Jakarta (2001) dan Mercantile Executive Club Jakarta (2002). Bukan berarti tidak berminat menggelar pameran tunggal, tapi kebanyakan lukisannya langsung terjual begitu selesai dibuat.

Lukisannya kini banyak dipajang diperkantoran serta dikoleksi oleh para pengusaha dan pejabat

Belajar dari Musang

Belajar dari Musang

OPINI | 27 May 2010 | 00:29 Dibaca: 174   Komentar: 5   Nihil
Terkadang Belajar dari alam itu kita butuhkan, namun saat ini perasaan kepedulian dan belajar dari alam sudah dilupakan. Diri manusia ditempah menjadi seorang yang tidak lagi peduli dengan alam, Kita manusia menjadi serakah akan alam itu sendiri kita lupa apa fungsi alam itu untuk kehidupan diatas bumi yang kecil ini.
Nenek Moyang Kita dahulu amat menghargai lingkungan dan alam, mereka banyak belajar dari alam untuk tatanan kehidupan mereka, mereka hidup makmur dengan mengandalkan hasil hutan dan pertanian, alamnya terawat dengan baik karena ada kebijakan peraturan adat dan sangsi bagi yang melanggarnya. Namun kebijakan adat itu pudar seiring waktu pesatnya kemajuan dan masuknya budaya luar yang memporak porandakan moral dan adat istiadat bangsa ini.
Hutan dirambah habis-habisan, berganti dengan julang akasia dan julang kelapa sawit banyak satwa yang hilang, banyak kekayaan hayati musnah tak berbekas. Lestarikan alam hanyalah celoteh belaka dan omongan kosong, Peraturan dan kebijakan masalah perlindungan hutan tinggal peraturan dan kebijakan diatas kertas buram. Yang terpenting bagi bangsa dan pemerintahan pusat dan daerah adalah uang masuk dan mengabaikan kelestarian yang lebih mahal harganya dibandingkan uang. Namun semua itu telah terhapus dengan kilau emas dan uang, mata tertutup oleh lembaran merah yang menawan.
saat ini kita bisa kembali belajar dari alam, kita bisa meniru apa yang para binatang di hutan sana lakukan untuk menjaga kelestarian hutan, atau kita bisa belajar dari seekor musang yang kita anggap tidak berharga dan tidak sehoki emas dan rupiah, namun kita salah kita kalah dan kita alfa akan hal itu. Kita kalah akan kebijakan melindungi hutan dan alam ini, kita kalah tenar oleh seekor musang yang bisa menebar bibit pohon untuk menjaga keseimbangan alam, sedangkan kita hanya bisa merusak dan meluluh lantakan hutan dan alam yang dibangun oleh ratusan jenis tumbuhan dan binatang. Kita tidak peduli akan hasil kerja yang melelahkan itu dan kita tidak menghargai perjalan hidup mereka untuk menjaga kelestarian hutan sebagai rumah mereka dan kita adalah manusia yang sudah lupa sebagai apa kita diturunkan dibumi ini.
Tatanan adat untuk menjaga hutan sekarang menghilang, hutan adat sudah tidak diakui, hak masyarakat pelosok yang tinggal dihutan turun-temurun sudah tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka, kita orang kota menjual dan menyingkirkan mereka dari tanah lelurhur yang mereka diami ratusan tahun lamanya, dan kita orang kota membuang norma kemasyarakat kedalam lumpur ketamakan dan rakus. semua mementingkan harta kekayaan, semua tidak lagi memperhatikan tatanan alam yang membutuhkan tangan-tangan yang peduli akan kita manusia.
Belajar dari musang sangat membantu untuk melestarikan alam yang tersisa, kita bisa melihat sisi baik dari seekor musang, sisi baik yang patut kita tiru dan jangan meniru sisi jeleknya yang suka memangsa ayam dan anak-anaknya. meniru sisi baik sang musang akan membuat alam tetap hijau dan sejuk, bukan hijau dengan julang akasia dan kelapa sawit karena dua tumbuhan itu membuat udara semakin panas dan air semakin mengering.
Musang memakan buah dengan bijinya dan disebarkan kelantai hutan, kotoran yang bercampur biji pohon akan berkecambah dan mulai bertunas serta tumbuh subur tanpa cela. Tapi akankah usaha yang mereka lakukan itu akan berbuah indah, aku rasa tidak akan menjadi nyata karena usaha mereka dipatahkan oleh keserakahan manusia yang selalu kurang akan kekayaan dan harta.
Lestari alam ini akan memberikan kita keuntungan yang tidak ternilai, lestarinya hutan alam membuat masyarakat pedalaman akan hidup makmur dan satwa akan terus berkembang biak untuk menurunkan generasi-generasinya. Namun itu tidak ada dalam pikiran kita lagi karena kita merasa kurang dan kurang akan harta dan kekayaan. Hijau hutan alam akam membuat sejuk bumi ini dan kelestarian hutan berada ditangan kita yang ada saat ini. Mari bersama-sama untuk melestarikan lingkungan dan menjaga hijaunya hutan alam, dan mari kita sama-sama melestarikan hutan alam untuk generasi yang akan datang. Pertahankan hutan alam untuk kekayaan hayati yang amat menakjubkan.
salam lestari……
 
Siapa yang menilai tulisan ini?
KOMENTAR BERDASARKAN :

27 May 2010 08:14:20

melalui alamlah Tuhan memberikan kehidupan manusia dan makhluk lainnya dengan alam menyediakan udara yg segar air yg jernih makanan yg berasal dari darat maupun laut tapi apa yang sudah kita berikan kepada alam atau bumi ini kecuali merusak hutan, membuang sampah, membuang gas dan limbah beacun saja oleh sebab itu manusia te

Laporkan Komentar

0

Balas

27 May 2010 14:43:16

Tapi manusia sering banyak lupanya bang…walau diberikan peringatan berupa bencana namun tetep aja nga peduli

Laporkan Komentar

0

Balas

27 May 2010 14:23:42

musang menanam, manusia memanen….

Laporkan Komentar

0

Balas

27 May 2010 14:44:00

kalo sekedar memanen mah nga apa2 bu, ini dihancurkan dan dibinasahkan nah itu yang baru nga bener

Laporkan Komentar

0

Balas

29 May 2010 10:09:16

saya pernah nulis tentang hal yang sama, tapi dari sudut cerita satwa primata.
http://agungsmail.wordpress.com/2008/10/15/dibalik-kotoran/
klo tentang musang, dia sangat berperan penting sebagai seed dispersal tumbuhan semacam aren. Karena biji aren tidak bisa ditanam secara langsung. Jadi pada saat dicerna oleh si musang, dia mempercepat proses pematangan si biji.
Jadi keberadaan musang lebih spesifik dan berperan penting pada suatu jenis tumbuhan.

Sabtu, 03 November 2012

Excellent Communication Skills

Excellent Communication Skills

by Moh Qosim
Communication Skills In The Workplace
Communication Skills In The Workplace
Keterampilan komunikasi tidak hanya mengacu pada cara di mana kita berkomunikasi dengan orang lain. Tetapi meliputi banyak hal seperti cara bagaimana kita menanggapi lawan bicara kita, gerakan tubuh serta mimik muka, nada suara kita dan banyak hal lainnya.
Dan pentingnya keterampilan komunikasi tidak hanya terbatas pada dunia manajemen (pekerjaan), karena keterampilan komunikasi yang efektif saat ini diperlukan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Namun, dalam artikel ini kita akan membahas pentingnya kemampuan komunikasi dalam dua bidang yaitu bisnis dan interaksi keseharian.
#1 Pentingnya komunikasi dalam bisnis.
Kita dapat mengukur pentingnya keterampilan komunikasi di sektor bisnis ketika kita melihat iklan lowongan pekerjaan. Ada sedikit kemungkinan bahwa Anda akan menemukan sebuah iklan yang tidak menyebutkan bahwa calon harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik.
Mungkin ini adalah satu-satunya kriteria yang menciptakan dampak postive ketika seseorang pergi untuk wawancara kerja. Hal ini karena kualifikasi teknik yang digunakan cenderung lebih atau kurang sama oleh para kandidat.
Tanpa kemampuan komunikasi yang efektif, seseorang mungkin merasa mustahil untuk mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan. Promosi datang kepada mereka yang dapat berkomunikasi secara efektif di semua tingkat, dari tingkat manajemen senior sampai karyawan.
#2 Komunikasi dalam interaksi sehari-hari.
Harus diingat bahwa mempertahankan hubungan yang baik adalah cara untuk gaya hidup yang sehat, dan hubungan yang baik hanya dapat dipertahankan dengan menjaga komunikasi yang baik pula.
Mereka adalah orang-orang kita tinggal bersama secara teratur. Mereka juga orang-orang yang melihat kita pada saat bahagia maupun kurang bahagia. Keterampilan komunikasi yang baik membantu untuk mengembangkan hubungan yang baik di kehidupan kita, dan memastikan bahwa argumen dan ketidaksepakatan diminimalisir.
Komunikasi yang baik akan menghindari pertengkaran dan penghinaan. Bagian penting lain dalam hubungan komunikasi adalah mengambil inisiatif sendiri. Jangan menunggu teman terbaik Anda untuk menghubungi Anda setelah lama istirahat.
Sebaliknya menerima telepon dan juga mengambil inisiatif untuk memulai percakapan. Sering kali orang memiliki masalah ini saat berkomunikasi, yang berasal dari rasa takut.
Mereka selalu berpikir seribu kali apakah untuk mendekati seseorang atau tidak. Tapi seseorang dengan keterampilan komunikasi yang baik selalu yang pertama untuk memulai percakapan.
Mengingat pentingnya keterampilan komunikasi baik dalam pribadi dan dunia usaha, setiap individu yang ingin membuat kemajuan dengan kehidupan mereka harus mengembangkan keterampilan penting ini.