Jumat, 02 November 2012

Hubungan antara Astronomi, Astrologi dan Ilmu falak


ASTRONOMI, ASTROLOGI DAN ILMU FALAK

Hubungan antara Astronomi, Astrologi dan Ilmu falak
Oleh:
Imroatul Munfaridah
Astronomi, falak dan astrologi merupakan istilah yang memiliki kedekatan dari aspek objek kajian, yakni mengkaji masalah yang berhubungan dengan benda langit meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tujuan dan ruang lingkup kajiannya. Tulisan ini lebih lanjut akan menyoroti perbedaan dan hubungan ketiganya.
Astronomi adalah studi ilmiah terhadap benda-benda langit seperti bintang-bintang, bulan, planet, galaksi, materi gelap dan lain-lain yang dilakukan menggunakan metode scientific. Objeknya adalah fisik benda langit, proses terjadinya suatu benda langit, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Basis ilmu yang mendukung studi astronomi antara lain matematika, fisika dan kimia. Di era modern ini astronomi didukung oleh berbagai sarana pengamatan seperti teleskop (optik dan radio) dan pesawat antariksa.
Berbeda dengan astronomi, astrologi memiliki keunikan tersendiri, yang karena keunikannya disiplin ini sering mendapatkan sorotan tajam dari dunia sains. Secara umum, astrologi adalah bahasa, seni dan ilmu pengetahuan yang mempelajari keterkaitan antara siklus benda-benda langit dan kehidupan manusia di muka bumi. Inti astrologi adalah berawal dari wawasan kosmologi manusia yang memandang adanya pengaruh peredaran benda langit terhadap kehidupan manusia di bumi. Pada tahapan ini wawasan kosmologi manusia masih diselimuti kabut mitos.
Mitos kosmologi ini telah berjasa membangkitkan perhatian yang besar manusia di masa lalu terhadap alam semesta khususnya benda-benda langit yang diyakini memberi pengaruh pada kehidupan manusia. Dari sini pengamatan secara terstruktur terus dilakukan hingga ribuan tahun. Hasil pengamatan astrologi ini pada gilirannya berhasil memetakan benda-benda langit yang dengan sentuhan metode dan pendekatan baru akhirnya melahirkan disiplin astronomi. Dengan demikian astrologi telah berjasa besar dalam meletakan fondasi astronomi.
Landasan astrologi sama seperti astronomi yang juga didasarkan pada observasi atau pengamatan. Itulah sebabnya astrologi di kalangan pendukungnya dinyatakan sesuatu yang memiliki landasan ilmiah yang sama dengan sains. Astrologi tidak ada hubungannya dengan dunia klenik dan mistik, sehingga seseorang yang berniat untuk mempelajari astrologi tidak perlu mempunyai indra keenam dan kekuatan ghoib seperti yang orang sebut kekuatan supranatural.
Di masyarakat luas, pandangan tentang astrologi umumnya selalu dikaitkan dengan ramalan, namun para astrolog sendiri lebih suka menyebutnya sebagai perkiraan atau prediksi. Sebagaimana ilmuwan memprediksikan cuaca atau seorang pialang saham memperkirakan nilai saham, demikian pula para astrolog berupaya memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang bakal terjadi di masa mendatang. Bedanya hanya basis data yang dipergunakan. Ilmuwan mempergunakan data-data iklim suatu negara sebagai tolok ukurnya, pialang saham memanfaatkan data-data fluktuasi harga saham dimasa lampau, sedangkan para astrolog menggunakan letak benda-benda langit sebagai acuan penelaahannya.
Astrologi itu sebenarnya tidak berhubungan dengan dunia mistik. Pembuatan peta langit astrologis tidak didasari oleh ilmu ghaib, tetapi melalui serangkaian perhitungan matematis dan astronomis yang rumit. Para astrolog semenjak zaman ribuan tahun yang lampau telah melakukan pengamatan terhadap posisi relatif benda-benda langit satu sama lain.
Astrologi bukanlah sains murni, tetapi ia merupakan perpaduan antara ilmu pengetahuan, seni dan filosofi. Astrologi ini mempelajari tentang pengaruh sitem tata surya pada beragam bentuk kehidupan dan efeknya pada manusia dan yang berkaitan dengan bumi. Astrologi juga memberikan panduan pada semua aspek kehidupan, harmonisasi pikiran, tubuh, jiwa. Astrologi memudahkan seseorang untuk memprediksi masa depan. Prediksi ini berdasarkan pengamatan, persepsi, perhitungan dan serangkaian uji coba. Karena sifatnya yang hanya prediksi, analisis dengan astrologi mungkin saja meleset, hal itu disadari karena alam memiliki keragaman hukum kausalitas yang saling bertautan dan rumit. Semakin banyak kemampuan manusia untuk mengidentifikasi dan memahami hukum kausalitas di alam semesta, akan membantu manusia untuk dapat melakukan rekayasa dalam kehidupan dan memanipulasi kondisi-kondisi buruk yang dipredikasikan akan terjadi. Di dalam astrologi manusia dipandang memiliki kehendak bebas dalam memanfaatkan berbagai energi di alam semesta ini dan pastinya ada yang terkandung positif atau negatif.
Astronomi juga berbeda dengan astrologi dari segi konsepsi grand theory. Teori astrologi bernuansa geosentrisme-anthromorfisme. Di sini bumi dipandang sebagai pusat dari alam semesta, dan benda-benda langit yang mengitari bumi masing-masing memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang hidup di bumi. Teori itu dalam perkembangan selanjutnya disanggah oleh Coppernicus yang mengetengahkan konsep bahwa bumilah yang sesungguhnya mengelilingi matahari dan mataharilah yang menjadi pusat alam semesta. Teori Copernicus yang disebut heliosentrisme mematahkan anggapan yang bertahan selama berabad-abad.
Inilah tonggak berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh masyarakat sedunia. Meskipun sebenarnya teori geosentrisme masih ada dianut oleh berbagai kalangan secara minoritas. Yang ingi penulis kemukakan di sini adalah bahwa Ilmu astrologi memberikan sumbangsih yang besar kepada perkembangan ilmu alam dan menginspirasi ilmuwan besar seperti Pythagoras, Plato, Aristotle, Galen, Paracelsus, Girolamo Cardan, Nicholas Copernicus, sehingga pada gilirannya melahirkan para astronom besar seperti Galileo Galilei, Tycho Brahe, Johannes Kepler, Carl Jung dan lain sebagainya.
Dewasa ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan hanya mengkaji posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya cabang-cabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi struktur dan komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda langit), kosmogoni (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi tata surya), kosmologi (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam semesta), dan yang baru adalah bioastronomi (menitik beratkan kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teori-teorinya senantiasa diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau menggugurkan teori semula. Melalui astronomi, manusia mencoba mendeskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar bisa pula salah. Agama memperluas lagi spektrum makna alam semesta bagi manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta
Dengan demikian astrologi dan astronomi merupakan sebuah rangkaian perkembangan peradaban manusia yang perlu dilihat secara utuh, meskipun keduanya kini telah bercerai disimpang jalan. Mempelajari astrologi dan pembacaan horoskop tidaklah selalu merugikan dan harus dituding sebagai barang haram, sebab di balik itu semua ilmu astrologi menyimpan rahasia-rahasia dunia yang tak terjawab oleh astronomi, yang menanti untuk dikuak oleh manusia. Terlepas dari benar tidaknya anggapan bahwa astrologi adalah mitos, namun manusia secara nature tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari mitos. Sejarah membuktikan betapa mitos diperlukan oleh manusia sebagai jawaban sementara sebelum sains. Mitos pula yang menggugah rasa ingin tahu manusia dengan hasrat yang begitu besar.
Ilmu Falak
Falak merupakan istilah arab (الفلك) yang diserap dari bahasa Babilonia yaitu fulukku yang berarti edar. Dalam berbagai literatur objek kajian falak sebenarnya sama dengan objek kajian astronomi, yakni benda-benda langit, termasuk dalam pembahasannya adalah keadaan benda langit, ukuran, jarak, posisi, gerak edar dan berbagai efek yang diakibatkan dari pola hubungan antar benda-benda langit tersebut, seperti gerhana. Dengan demikian menurut hemat penulis kajian ilmu falak pada dasarnya amat luas, sehingga dapat disamakan dengan kajian astronomi dan idealnya tidak perlu ada dikotomi antara astronomi dan ilmu falak, hanya saja dewasa ini di dunia Islam terminologi ilmu falak dipergunakan terbatas untuk keperluan ibadah seperti menentukan arah kiblat, waktu salat, puasa dan hari raya. Mengacu pada kenyataan dan praktik yang demikian maka dapat dimaknai bahwa falak merupakan astronomi spesifik dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit.
Dewasa ini, ruang lingkup kajian falak yang sempit perlu dikembalikan pada kedudukannya sebagai disiplin keilmuan yang sejajar dengan astronomi dengan obyek kajian dan terminologi tidak terbatas seperti sekarang ini. Para astronom muslim di masa lalu tidak membatasi ruang lingkup kajiannya pada bumi, matahari dan bulan yang tujuannya untuk kepentingan ibadah semata, tetapi mereka melakukan pengamatan dan penelitian benda-benda angkasa luar yang lebih luas lagi, berkaitan juga dengan teori-teori eksak dan alat-alat teknologi ruang angkasa. Salah seorang tokoh ilmu falak yang sangat berpengaruh di dunia Islam adalah al-Khawarizmi dengan karyanya al-Mughtashar fi Hisab al-jabr Wa al-muqabalah, sangat berpengaruh terhadap cendekiawan-cendikiawan Eropa. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun 1140 M dengan judul Algebras et almucabala. Kemudian pada tahun 1831 M, buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Federic Rasen.
Selain Khawarizmi, tokoh astronom muslim lainnya adalah Abu Raihan al-Biruni, karyanya yang berjudul al-Qanun al-Mas’udi merupakan buku terlengkap mengenai astronomi pada masanya, karena menerangkan gerak planet-planet di angkasa raya. Karyanya yang lain berjudul al-Atsar al-Baqiyah, secara khusus membahas tentang rotasi bumi (yang pada waktu itu masih diperdebatkan) dan menetapkan dengan teliti garis-garis lintang dan garis bujur. Satu lagi tokoh yang terkenal adalah al-Haitsam dengan julukan bapak optik, salah satu karyanya adalah buku yang berjudul al-Muntakhab fi ’Ilal ’Ain, buku ini mengupas mengenai petunjuk perawatan mata, selain itu banyak artikel-artikel yang mengenai matematika, astronomi, fisika dan kedokteran.
Berdasarkan sumbangan ilmu pengetahuan para tokoh tersebut, sudah semestinya ilmu falak sekarang tidak membatasi luang lingkupnya pada kajian bumi, bulan dan matahari saja tetapi lebih diarahkan lagi kepada upaya pengembangan lebih jauh untuk melakukan observasi dan usaha-usaha yang lebih serius berkaitan dengan kajian ruang angkasa. Kajian falak harus sejajar dengan astronomi dalam objek dan ruang lingkupnya. Falak hanyalah adalah pintu masuk untuk memahami dimensi alam semesta yang lebih luas lagi.
Semarang, 25 Mei 2010
Farida

4 komentar:

  1. Assalamu alaikum wr.wb.
    kami, khususnya saya pribadi sangat berterimakasih kepada Uhti atas penjelasan falaq, rasanya saya tertarik untuk belajar alam falaq yang lebih jauh, untuk itu saya mohon info apakah dari s1 matematika bisa melanjutkan S2 alam falaq, terima kasih wasalam
    Balas
  2. trimakasih akhi..smg bermanfaat....saya blm dapat info ttg s2...sabar ya...qt bs saling share lewat blog akn menambah keilmuan qt jg...mknya sy jg minta saran dan kritiknya..trims
    Balas
  3. trimakasih ukhti semoga dbls y sma yg diatas

    dari sayfudin d sbya
    Balas
  4. Musonnif ahmad28 April 2011 19:09
    assalamu alaikum
    Bagus banget Tulisannya, lebih bagus lagi kalau dikasih Footnote and Daftar kepustakaan, biar sumbernya jelas githu.Fotonya juga bagus. Good luck. minta izin ngutip yaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar