ASTRONOMI, ASTROLOGI DAN ILMU FALAK
Hubungan antara Astronomi, Astrologi dan Ilmu falak
Oleh:
Imroatul Munfaridah
Astronomi,
falak dan astrologi merupakan istilah yang memiliki kedekatan dari
aspek objek kajian, yakni mengkaji masalah yang berhubungan dengan benda
langit meskipun terdapat perbedaan dalam orientasi, tujuan dan ruang
lingkup kajiannya. Tulisan ini lebih lanjut akan menyoroti perbedaan dan
hubungan ketiganya.
Astronomi
adalah studi ilmiah terhadap benda-benda langit seperti
bintang-bintang, bulan, planet, galaksi, materi gelap dan lain-lain yang
dilakukan menggunakan metode scientific. Objeknya adalah fisik benda
langit, proses terjadinya suatu benda langit, gerak, ukuran dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya. Basis ilmu yang mendukung studi
astronomi antara lain matematika, fisika dan kimia. Di era modern ini
astronomi didukung oleh berbagai sarana pengamatan seperti teleskop
(optik dan radio) dan pesawat antariksa.
Berbeda
dengan astronomi, astrologi memiliki keunikan tersendiri, yang karena
keunikannya disiplin ini sering mendapatkan sorotan tajam dari dunia
sains. Secara umum, astrologi adalah bahasa, seni dan ilmu pengetahuan
yang mempelajari keterkaitan antara siklus benda-benda langit dan
kehidupan manusia di muka bumi. Inti astrologi adalah berawal dari
wawasan kosmologi manusia yang memandang adanya pengaruh peredaran benda
langit terhadap kehidupan manusia di bumi. Pada tahapan ini wawasan
kosmologi manusia masih diselimuti kabut mitos.
Mitos
kosmologi ini telah berjasa membangkitkan perhatian yang besar manusia
di masa lalu terhadap alam semesta khususnya benda-benda langit yang
diyakini memberi pengaruh pada kehidupan manusia. Dari sini pengamatan
secara terstruktur terus dilakukan hingga ribuan tahun. Hasil pengamatan
astrologi ini pada gilirannya berhasil memetakan benda-benda langit
yang dengan sentuhan metode dan pendekatan baru akhirnya melahirkan
disiplin astronomi. Dengan demikian astrologi telah berjasa besar dalam
meletakan fondasi astronomi.
Landasan
astrologi sama seperti astronomi yang juga didasarkan pada observasi
atau pengamatan. Itulah sebabnya astrologi di kalangan pendukungnya
dinyatakan sesuatu yang memiliki landasan ilmiah yang sama dengan sains.
Astrologi tidak ada hubungannya dengan dunia klenik dan mistik,
sehingga seseorang yang berniat untuk mempelajari astrologi tidak perlu
mempunyai indra keenam dan kekuatan ghoib seperti yang orang sebut
kekuatan supranatural.
Di
masyarakat luas, pandangan tentang astrologi umumnya selalu dikaitkan
dengan ramalan, namun para astrolog sendiri lebih suka menyebutnya
sebagai perkiraan atau prediksi. Sebagaimana ilmuwan memprediksikan
cuaca atau seorang pialang saham memperkirakan nilai saham, demikian
pula para astrolog berupaya memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang
bakal terjadi di masa mendatang. Bedanya hanya basis data yang
dipergunakan. Ilmuwan mempergunakan data-data iklim suatu negara sebagai
tolok ukurnya, pialang saham memanfaatkan data-data fluktuasi harga
saham dimasa lampau, sedangkan para astrolog menggunakan letak
benda-benda langit sebagai acuan penelaahannya.
Astrologi
itu sebenarnya tidak berhubungan dengan dunia mistik. Pembuatan peta
langit astrologis tidak didasari oleh ilmu ghaib, tetapi melalui
serangkaian perhitungan matematis dan astronomis yang rumit. Para
astrolog semenjak zaman ribuan tahun yang lampau telah melakukan
pengamatan terhadap posisi relatif benda-benda langit satu sama lain.
Astrologi
bukanlah sains murni, tetapi ia merupakan perpaduan antara ilmu
pengetahuan, seni dan filosofi. Astrologi ini mempelajari tentang
pengaruh sitem tata surya pada beragam bentuk kehidupan dan efeknya pada
manusia dan yang berkaitan dengan bumi. Astrologi juga memberikan
panduan pada semua aspek kehidupan, harmonisasi pikiran, tubuh, jiwa.
Astrologi memudahkan seseorang untuk memprediksi masa depan. Prediksi
ini berdasarkan pengamatan, persepsi, perhitungan dan serangkaian uji
coba. Karena sifatnya yang hanya prediksi, analisis dengan astrologi
mungkin saja meleset, hal itu disadari karena alam memiliki keragaman
hukum kausalitas yang saling bertautan dan rumit. Semakin banyak
kemampuan manusia untuk mengidentifikasi dan memahami hukum kausalitas
di alam semesta, akan membantu manusia untuk dapat melakukan rekayasa
dalam kehidupan dan memanipulasi kondisi-kondisi buruk yang
dipredikasikan akan terjadi. Di dalam astrologi manusia dipandang
memiliki kehendak bebas dalam memanfaatkan berbagai energi di alam
semesta ini dan pastinya ada yang terkandung positif atau negatif.
Astronomi
juga berbeda dengan astrologi dari segi konsepsi grand theory. Teori
astrologi bernuansa geosentrisme-anthromorfisme. Di sini bumi dipandang
sebagai pusat dari alam semesta, dan benda-benda langit yang mengitari
bumi masing-masing memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang hidup
di bumi. Teori itu dalam perkembangan selanjutnya disanggah oleh
Coppernicus yang mengetengahkan konsep bahwa bumilah yang sesungguhnya
mengelilingi matahari dan mataharilah yang menjadi pusat alam semesta.
Teori Copernicus yang disebut heliosentrisme mematahkan anggapan yang
bertahan selama berabad-abad.
Inilah
tonggak berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh
masyarakat sedunia. Meskipun sebenarnya teori geosentrisme masih ada
dianut oleh berbagai kalangan secara minoritas. Yang ingi penulis
kemukakan di sini adalah bahwa Ilmu astrologi memberikan sumbangsih yang
besar kepada perkembangan ilmu alam dan menginspirasi ilmuwan besar
seperti Pythagoras, Plato, Aristotle, Galen, Paracelsus, Girolamo
Cardan, Nicholas Copernicus, sehingga pada gilirannya melahirkan para
astronom besar seperti Galileo Galilei, Tycho Brahe, Johannes Kepler,
Carl Jung dan lain sebagainya.
Dewasa
ini astronomi berkembang menjadi cabang sains yang bukan hanya mengkaji
posisi dan pergerakan benda-benda langit, tetapi juga fisis dan
evolusinya. Perkembangannya demikian pesat yang menimbulkan lahirnya
cabang-cabang baru, misalnya astrofisika (menitikberatkan pada segi
struktur dan komposisi fisis, bukan lagi posisi dan pergerakan benda
langit), kosmogoni (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi tata
surya), kosmologi (menitikberatkan pada asal-usul dan evolusi alam
semesta), dan yang baru adalah bioastronomi (menitik beratkan
kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi). Teori-teorinya senantiasa
diperbarui bila ada bukti-bukti lain yang menyempurnakan atau
menggugurkan teori semula. Melalui astronomi,
manusia mencoba mendeskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena alam
bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter
yang bisa diamati dan diukur, yang bisa benar bisa pula salah. Agama
memperluas lagi spektrum makna alam semesta bagi manusia tentang
kehadiran benda-benda alam semesta
Dengan
demikian astrologi dan astronomi merupakan sebuah rangkaian
perkembangan peradaban manusia yang perlu dilihat secara utuh, meskipun
keduanya kini telah bercerai disimpang jalan. Mempelajari astrologi dan
pembacaan horoskop tidaklah selalu merugikan dan harus dituding sebagai
barang haram, sebab di balik itu semua ilmu astrologi menyimpan
rahasia-rahasia dunia yang tak terjawab oleh astronomi, yang menanti
untuk dikuak oleh manusia. Terlepas dari benar tidaknya anggapan bahwa
astrologi adalah mitos, namun manusia secara nature tidak bisa
melepaskan diri sepenuhnya dari mitos. Sejarah membuktikan betapa mitos
diperlukan oleh manusia sebagai jawaban sementara sebelum sains. Mitos
pula yang menggugah rasa ingin tahu manusia dengan hasrat yang begitu
besar.
Ilmu Falak
Falak merupakan istilah arab (الفلك) yang diserap dari bahasa Babilonia yaitu fulukku
yang berarti edar. Dalam berbagai literatur objek kajian falak
sebenarnya sama dengan objek kajian astronomi, yakni benda-benda langit,
termasuk dalam pembahasannya adalah keadaan benda langit, ukuran,
jarak, posisi, gerak edar dan berbagai efek yang diakibatkan dari pola
hubungan antar benda-benda langit tersebut, seperti gerhana. Dengan demikian menurut hemat penulis kajian ilmu falak pada
dasarnya amat luas, sehingga dapat disamakan dengan kajian astronomi
dan idealnya tidak perlu ada dikotomi antara astronomi dan ilmu falak,
hanya saja dewasa ini di dunia Islam terminologi ilmu falak dipergunakan
terbatas untuk keperluan ibadah seperti menentukan arah kiblat, waktu
salat, puasa dan hari raya. Mengacu pada kenyataan dan praktik yang
demikian maka dapat dimaknai bahwa falak merupakan astronomi spesifik
dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit.
Dewasa
ini, ruang lingkup kajian falak yang sempit perlu dikembalikan pada
kedudukannya sebagai disiplin keilmuan yang sejajar dengan astronomi
dengan obyek kajian dan terminologi tidak
terbatas seperti sekarang ini. Para astronom muslim di masa lalu tidak
membatasi ruang lingkup kajiannya pada bumi, matahari dan bulan yang
tujuannya untuk kepentingan ibadah semata, tetapi mereka melakukan
pengamatan dan penelitian benda-benda angkasa luar yang lebih luas lagi,
berkaitan juga dengan teori-teori eksak dan alat-alat teknologi ruang
angkasa. Salah seorang tokoh ilmu falak yang sangat berpengaruh di dunia
Islam adalah al-Khawarizmi dengan karyanya al-Mughtashar fi Hisab al-jabr Wa al-muqabalah, sangat
berpengaruh terhadap cendekiawan-cendikiawan Eropa. Buku tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun 1140 M
dengan judul Algebras et almucabala. Kemudian pada tahun 1831 M, buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Federic Rasen.
Selain Khawarizmi, tokoh astronom muslim lainnya adalah Abu Raihan al-Biruni, karyanya yang berjudul al-Qanun al-Mas’udi
merupakan buku terlengkap mengenai astronomi pada masanya, karena
menerangkan gerak planet-planet di angkasa raya. Karyanya yang lain
berjudul al-Atsar al-Baqiyah, secara khusus membahas tentang
rotasi bumi (yang pada waktu itu masih diperdebatkan) dan menetapkan
dengan teliti garis-garis lintang dan garis bujur. Satu lagi tokoh yang
terkenal adalah al-Haitsam dengan julukan bapak optik, salah satu
karyanya adalah buku yang berjudul al-Muntakhab fi ’Ilal ’Ain,
buku ini mengupas mengenai petunjuk perawatan mata, selain itu banyak
artikel-artikel yang mengenai matematika, astronomi, fisika dan
kedokteran.
Berdasarkan
sumbangan ilmu pengetahuan para tokoh tersebut, sudah semestinya ilmu
falak sekarang tidak membatasi luang lingkupnya pada kajian bumi, bulan
dan matahari saja tetapi lebih diarahkan lagi kepada upaya pengembangan
lebih jauh untuk melakukan observasi dan usaha-usaha yang lebih serius
berkaitan dengan kajian ruang angkasa. Kajian falak harus sejajar dengan
astronomi dalam objek dan ruang lingkupnya. Falak hanyalah adalah pintu
masuk untuk memahami dimensi alam semesta yang lebih luas lagi.
Semarang, 25 Mei 2010
Farida
4 komentar:
- trimakasih akhi..smg bermanfaat....saya blm dapat info ttg s2...sabar ya...qt bs saling share lewat blog akn menambah keilmuan qt jg...mknya sy jg minta saran dan kritiknya..trimsBalas
- Musonnif ahmad28 April 2011 19:09assalamu alaikum
Bagus banget Tulisannya, lebih bagus lagi kalau dikasih Footnote and Daftar kepustakaan, biar sumbernya jelas githu.Fotonya juga bagus. Good luck. minta izin ngutip yaa.
kami, khususnya saya pribadi sangat berterimakasih kepada Uhti atas penjelasan falaq, rasanya saya tertarik untuk belajar alam falaq yang lebih jauh, untuk itu saya mohon info apakah dari s1 matematika bisa melanjutkan S2 alam falaq, terima kasih wasalam