there’s something about geometry + architecture
April 4, 2012
Kesimetrisan & Golden Ratio Wajah Yoona SNSD
Dalam buku Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III , Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III, Vitruvius menyatakan
“…and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in good
taste, and when its members are in due proportion according to correct
principles of symmetry.” Menurut Vitruvius ada dua hal yang
mempengaruhi unsure keindahan yaitu proporsi dan simetri. Hal ini
berdasarkan tubuh manusia yang memiliki proporsi yang baik pada setiap
anggota tubuhnya dan juga ada beberapa bagian tubuh yang simetri
seperti tangan kanan dan tangan kiri, kaki kanan-kai kiri atau tentang
letak mata dan telinga yang simetri dengan garis lurus di bagian tengan
tubuh yang mebagi dua tubuh secara seimbang sebagai sumbunya.
Dalam bukunya pula , Vitruvius menjelaskan mengenai proposionalistas dan kesimetrisan setiap anggota tubuh manusia, dia menyatakan di ban on Symmetry: in Temples and in The Human Body “…if we take height of the face itself, the distance of the bottom of the underside proportion, and it was by employing them that the famous painters and sculptors of antiquity attained to great and endless renown. ” (Ten Books in Architecture, page 72). Vitruvius menjelaskan bahwa terdapat rasio disetiap bagian tubuh manusia secara keseluruhan. Pada kesempatan ini saya akan mencoba mencari tau kesimetrisan wajah Yoona SNSD yang notabene dianggap cantik oleh banyak orang terutama pria. dia juga merupakan salah satu wanita tercantik di Korea.
saya akan mencoba membuktikan apakah benar semua yang simetri itu indah, bagaimana kalu tidak simetri? apakah tetap indah? selain itu apakah pola golden ratio wajah yang baik atau cantik itu bisa memastikan wajah tersebut cantik? apakah kalau tidak pas dengan pola tersebut, berati orang tersebut tidak cantik?
berikut merupakan hasil analisa yang saya lakukan:
Gambar 3. Golden Ratio Wajah Yoona SNSD
Dari hasil analis diatas terlihat bahwa wajah Yoona itu tidak benar-benar simetri, karena apabila benar-benar simetri rasio wajahnya adalah 1. tetapi justru ketika saya menyimetrikan wajahnya baik dari sebelah kanan maupun dari sebelah kiri, malah membuat wajahnya terlihat aneh. ketidaksimetrian ini justru menciptakan sebuah keindahan, namun keindahan memang relatif. kesimetrisan memang menciptakan keindahan bila di arsitektur tetapi tidak pada proporsi manusia.
sedangkan pada gambar ketiga bisa dilihat wajah Yoona setelah diberi pola golden ratio, hampir semua bagian cocok dengan pola tersebut kecuali dibagian mata, matanya lebih sipit dan kecil dibandingkan dengan pola tersebut. mungkin dikarenakan Yoona ini orang Asia yang bermata sipit, dan Golden Ratio tersebut tidak dibuat dengan menyesuaikan proposional wajah Asia yang baik, melainkan untuk orang Eropa ataupun Amerika, menurut pendapat saya.Tetapi hal ini menurut saya tidak menggeser penilaian orang termasuk saya bahwa Yoona SNSD itu cantik, walaupun wajahnya tidak terlalu pas dengan pola golden ratio wajah yang sempurna.
sumber:
Vitruvius. 1960. Ten Books of Architecture
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://majorityrights.com/weblog/comments/the_facial_proportions_of_beautiful_people
Dalam bukunya pula , Vitruvius menjelaskan mengenai proposionalistas dan kesimetrisan setiap anggota tubuh manusia, dia menyatakan di ban on Symmetry: in Temples and in The Human Body “…if we take height of the face itself, the distance of the bottom of the underside proportion, and it was by employing them that the famous painters and sculptors of antiquity attained to great and endless renown. ” (Ten Books in Architecture, page 72). Vitruvius menjelaskan bahwa terdapat rasio disetiap bagian tubuh manusia secara keseluruhan. Pada kesempatan ini saya akan mencoba mencari tau kesimetrisan wajah Yoona SNSD yang notabene dianggap cantik oleh banyak orang terutama pria. dia juga merupakan salah satu wanita tercantik di Korea.
saya akan mencoba membuktikan apakah benar semua yang simetri itu indah, bagaimana kalu tidak simetri? apakah tetap indah? selain itu apakah pola golden ratio wajah yang baik atau cantik itu bisa memastikan wajah tersebut cantik? apakah kalau tidak pas dengan pola tersebut, berati orang tersebut tidak cantik?
berikut merupakan hasil analisa yang saya lakukan:
Gambar 3. Golden Ratio Wajah Yoona SNSD
Dari hasil analis diatas terlihat bahwa wajah Yoona itu tidak benar-benar simetri, karena apabila benar-benar simetri rasio wajahnya adalah 1. tetapi justru ketika saya menyimetrikan wajahnya baik dari sebelah kanan maupun dari sebelah kiri, malah membuat wajahnya terlihat aneh. ketidaksimetrian ini justru menciptakan sebuah keindahan, namun keindahan memang relatif. kesimetrisan memang menciptakan keindahan bila di arsitektur tetapi tidak pada proporsi manusia.
sedangkan pada gambar ketiga bisa dilihat wajah Yoona setelah diberi pola golden ratio, hampir semua bagian cocok dengan pola tersebut kecuali dibagian mata, matanya lebih sipit dan kecil dibandingkan dengan pola tersebut. mungkin dikarenakan Yoona ini orang Asia yang bermata sipit, dan Golden Ratio tersebut tidak dibuat dengan menyesuaikan proposional wajah Asia yang baik, melainkan untuk orang Eropa ataupun Amerika, menurut pendapat saya.Tetapi hal ini menurut saya tidak menggeser penilaian orang termasuk saya bahwa Yoona SNSD itu cantik, walaupun wajahnya tidak terlalu pas dengan pola golden ratio wajah yang sempurna.
sumber:
Vitruvius. 1960. Ten Books of Architecture
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://majorityrights.com/weblog/comments/the_facial_proportions_of_beautiful_people
Teori Klasik pada Tas Klasik
Dalam matematika, dua kuantitas dalam golden ratio
yaitu jika rasio antara jumlah dari dua kuantitas tersebut dan
kuantitas yang terbesar sama dengan rasio antara kuantitas yang lebih
besar dan lebih kecil.
Golden ratio sering dinotasikan dengan huruf Yunani phi (Φ atau φ). Golden section menggambarkan hubungan geometris yang mendefinisikan hubungan konstan ini. Golden ratio merupakan sebuah konstanta matematika yang irasional, sekitar 1,6180339887. Angka tersebut didapat dari deret Fibonacci yaitu sebagai berikut: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, ..
Sebuah golden rectangle adalah persegi panjang yang sisinya memiliki golden ratio 1: Φ
Golden spiral di bawah ini dibuat dengan membuat persegi dari dimensi deret Fibonacci. Golden spiral didasarkan pada pola persegi yang dapat dibangun dengan golden rectangle. Jika kita mengambil satu titik dan titik kedua adalah seperempat dari jarak titik pertama, titik kedua lebih panjang Phi kali dari pusat daripada titik pertama ke pusat.
Teori klasik seperti yang sudah dipaparkan di atas secara tidak langsung ternyata fit dengan beberapa fenomena seperti pada bangunan arsitektur maupun manusia serta alam ciptaan Tuhan. Lalu bagaimana dengan hasil karya seni lain? Seperti misalnya pada rancangan tas klasik yang sejak pertama kali dirancang hingga sekarang masih diproduksi. Apa yang menyebabkan tas tersebut masih diproduksi? Pastinya karena desainnya yang tidak lekang oleh jaman. Lantas mengapa desain tersebut tidak lekang oleh jaman sehingga tas tersebut masih digemari? Hal ini bisa dikarenakan estetikanya. Salah satu yang mempengaruhi estetika dalam seni adalah proporsi.
Salah satu tas wanita paling ikonik di dunia adalah tas Chanel dimana pegangan tas terbuat dari rantai. Tas Chanel 2.55 masih sebagai tas yang populer hingga kini walaupun diluncurkan sejak awal tahun 1955. Chanel 2.55 rantai tas yang mewakili lambang gaya dan simbol kemapanan tertinggi.
Pada gambar di atas ini, ternyata proporsi tas Channel 2.55 sesuai saat saya men-trace dengan golden spiral. Dimensi tas secara keseluruhan fit dengan sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle. Bagian “klep” penutup tas yang berlambang juga fit dengan garis dalam golden spiral (lihat gambar a). Jarak penutup tas dari bagian bawah juga fit dengan garis pada golden spiral.
Tas klasik selanjutnya adalah tas rancangan Louis Vuitton. Pertengahan abad ke-19, Eropa memasuki “era bepergian” dengan munculnya kereta listrik, mobil dan rute kapal laut yang menyeberang sampai Amerika. Louis Vuitton kemudian terinspirasi untuk membuat koper dengan konsep travelling in style, yang dimulai pada tahun 1867. Selain model koper, tas Louis Vuitton lain yang masih diproduksi hingga saat ini dengan model yang sama yaitu LV Speedy Bag.
Pada gambar di atas ini, saat gambar koper di-trace dengan golden spiral, yang benar-benar fit hanya pada bagian sisi luar golden spiral. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi koper, entah dibuat perancangnya membuat secara sadar atau tidak, sesuai dengan proporsi pada golden rectangle. Elemen pada koper yang merupakan bagian detail sebaga penambah fungsi estetis (lihat gambar c), hampir fit dengan garis di dalam golden spiral (lihat gambar d).
Pada gambar di atas, proporsi LV Speedy Bag sesuai saat di-trace dengan golden spiral, walaupun juga tidak keseluruhan sesuai. Sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle fit dengan dimensi tas tidak secara keseluruhan yaitu hanya sampai dengan bagian pada pegangan tas (lihat gambar g). Jarak pegangan tas hampir fit dengan garis dalan golden spiral (lihat gambar f).
Pada gambar di atas, terlihat bahwa prinsip golden spiral dan golden rectangle yang berdasar kepada golden ratio dari deret Fibonacci juga ditemui pada tas-tas bermerk yang muncul selanjutnya dan juga menjadi trend. Prinsip proporsi tersebut juga tidak semua benar-benar fit. Beberapa contoh fit secara dimensi keseluruhan yang berdasarkan golden rectangle. Ada juga yang fit di bagian peletakan detail, seperti elemen estetis (corak, dll), pegangan tas dan penutup tas.
Teori klasik seperti golden ratio, golden rectangle, serta golden spiral ternyata terkandung dalam beberapa karya seni seperti seni merancang tas. Prinsip proporsi yang mengacu pada teori-teori tersebut menghasilkan desain tas yang memiliki nilai estetika tinggi dan tetap long-lasting dan digemari pecinta tas dari masa tas tersebut pertama dibuat hingga saat ini. Berdasarkan pembuktian saya pada gambar tracing golden spiral terhadap tas-tas klasik tersebut seperti Chanel dann LV, secara umum prinsip proporsinya mengikuti teori tersebut, baik mengenai dimensi tas secara keseluruhan ataupun bagian peletakan elemen estetis dan fungsional. Bahkan prinsip klasik ini juga diikuti oleh perancang-perancang tas masa kini. Namun, apakah para desainer pernah mempelajari teori ini secara sadar, ataukah secara tidak sadar mereka belajar dari pengalaman dan menerapkan konsep teori ini ke dalam desain?
Sumber:
http://archnetwork.wordpress.com/?s=golden+section
http://mathworld.wolfram.com/GoldenRatio.html
http://britton.disted.camosun.bc.ca/goldslide/jbgoldslide.htm
http://www.xgoldensection.com/xgoldensection.html
http://www.goldennumber.net/hand.htm
http://collectionunique.blogspot.com/2011/11/kisah-coco-chanel-255.html
http://kue-unik.com/2010/10/cake-tas-louis-vuitton/
http://www.world-mysteries.com/sci_17.htm
Golden ratio sering dinotasikan dengan huruf Yunani phi (Φ atau φ). Golden section menggambarkan hubungan geometris yang mendefinisikan hubungan konstan ini. Golden ratio merupakan sebuah konstanta matematika yang irasional, sekitar 1,6180339887. Angka tersebut didapat dari deret Fibonacci yaitu sebagai berikut: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, ..
Sebuah golden rectangle adalah persegi panjang yang sisinya memiliki golden ratio 1: Φ
Golden spiral di bawah ini dibuat dengan membuat persegi dari dimensi deret Fibonacci. Golden spiral didasarkan pada pola persegi yang dapat dibangun dengan golden rectangle. Jika kita mengambil satu titik dan titik kedua adalah seperempat dari jarak titik pertama, titik kedua lebih panjang Phi kali dari pusat daripada titik pertama ke pusat.
Teori klasik seperti yang sudah dipaparkan di atas secara tidak langsung ternyata fit dengan beberapa fenomena seperti pada bangunan arsitektur maupun manusia serta alam ciptaan Tuhan. Lalu bagaimana dengan hasil karya seni lain? Seperti misalnya pada rancangan tas klasik yang sejak pertama kali dirancang hingga sekarang masih diproduksi. Apa yang menyebabkan tas tersebut masih diproduksi? Pastinya karena desainnya yang tidak lekang oleh jaman. Lantas mengapa desain tersebut tidak lekang oleh jaman sehingga tas tersebut masih digemari? Hal ini bisa dikarenakan estetikanya. Salah satu yang mempengaruhi estetika dalam seni adalah proporsi.
Salah satu tas wanita paling ikonik di dunia adalah tas Chanel dimana pegangan tas terbuat dari rantai. Tas Chanel 2.55 masih sebagai tas yang populer hingga kini walaupun diluncurkan sejak awal tahun 1955. Chanel 2.55 rantai tas yang mewakili lambang gaya dan simbol kemapanan tertinggi.
Pada gambar di atas ini, ternyata proporsi tas Channel 2.55 sesuai saat saya men-trace dengan golden spiral. Dimensi tas secara keseluruhan fit dengan sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle. Bagian “klep” penutup tas yang berlambang juga fit dengan garis dalam golden spiral (lihat gambar a). Jarak penutup tas dari bagian bawah juga fit dengan garis pada golden spiral.
Tas klasik selanjutnya adalah tas rancangan Louis Vuitton. Pertengahan abad ke-19, Eropa memasuki “era bepergian” dengan munculnya kereta listrik, mobil dan rute kapal laut yang menyeberang sampai Amerika. Louis Vuitton kemudian terinspirasi untuk membuat koper dengan konsep travelling in style, yang dimulai pada tahun 1867. Selain model koper, tas Louis Vuitton lain yang masih diproduksi hingga saat ini dengan model yang sama yaitu LV Speedy Bag.
Pada gambar di atas ini, saat gambar koper di-trace dengan golden spiral, yang benar-benar fit hanya pada bagian sisi luar golden spiral. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi koper, entah dibuat perancangnya membuat secara sadar atau tidak, sesuai dengan proporsi pada golden rectangle. Elemen pada koper yang merupakan bagian detail sebaga penambah fungsi estetis (lihat gambar c), hampir fit dengan garis di dalam golden spiral (lihat gambar d).
Pada gambar di atas, proporsi LV Speedy Bag sesuai saat di-trace dengan golden spiral, walaupun juga tidak keseluruhan sesuai. Sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle fit dengan dimensi tas tidak secara keseluruhan yaitu hanya sampai dengan bagian pada pegangan tas (lihat gambar g). Jarak pegangan tas hampir fit dengan garis dalan golden spiral (lihat gambar f).
Pada gambar di atas, terlihat bahwa prinsip golden spiral dan golden rectangle yang berdasar kepada golden ratio dari deret Fibonacci juga ditemui pada tas-tas bermerk yang muncul selanjutnya dan juga menjadi trend. Prinsip proporsi tersebut juga tidak semua benar-benar fit. Beberapa contoh fit secara dimensi keseluruhan yang berdasarkan golden rectangle. Ada juga yang fit di bagian peletakan detail, seperti elemen estetis (corak, dll), pegangan tas dan penutup tas.
Teori klasik seperti golden ratio, golden rectangle, serta golden spiral ternyata terkandung dalam beberapa karya seni seperti seni merancang tas. Prinsip proporsi yang mengacu pada teori-teori tersebut menghasilkan desain tas yang memiliki nilai estetika tinggi dan tetap long-lasting dan digemari pecinta tas dari masa tas tersebut pertama dibuat hingga saat ini. Berdasarkan pembuktian saya pada gambar tracing golden spiral terhadap tas-tas klasik tersebut seperti Chanel dann LV, secara umum prinsip proporsinya mengikuti teori tersebut, baik mengenai dimensi tas secara keseluruhan ataupun bagian peletakan elemen estetis dan fungsional. Bahkan prinsip klasik ini juga diikuti oleh perancang-perancang tas masa kini. Namun, apakah para desainer pernah mempelajari teori ini secara sadar, ataukah secara tidak sadar mereka belajar dari pengalaman dan menerapkan konsep teori ini ke dalam desain?
Sumber:
http://archnetwork.wordpress.com/?s=golden+section
http://mathworld.wolfram.com/GoldenRatio.html
http://britton.disted.camosun.bc.ca/goldslide/jbgoldslide.htm
http://www.xgoldensection.com/xgoldensection.html
http://www.goldennumber.net/hand.htm
http://collectionunique.blogspot.com/2011/11/kisah-coco-chanel-255.html
http://kue-unik.com/2010/10/cake-tas-louis-vuitton/
http://www.world-mysteries.com/sci_17.htm
March 25, 2011
Peran Golden Section dalam Estetika Fotografi
Benarkah dalam Fotografi peranan Golden Section sangat berpengaruh?
Apakah dalam melakukan teknik pengabilan gambar harus mengikuti aturan
Golden Section baru suatu foto dikatakan proporsional dan memiliki
komposisi yang tepat?
Di bawah ini saya melakukan sedikit analisis terhadap empat buah foto yang merupakan karya dari dua orang fotografer ternama di Indonesia yaitu Jerry Aurum dan Nicoline Patricia Malina dan kaitan foto tersebut terhadap Teori Golden Section.
karya Jerry Aurum karya Nicoline Patricia
Dua buah foto di atas yang merupakan contoh pertama ini merupakan hasil karya yang mengikuti kaidah Golden Section, dimana letak objek dititikberatkan pada pusat spiral yang merupakan acuan Golden Section, dari sini terlihat bahwa memang gambar yang mengikuti kaidah ini nampak proporsional dan memiliki nilai estetika yang baik
karya Jerry Aurum karya Nicoline Patricia
Kedua foto diatas, masih merupakan karya dari fotografer yang sama dan bila dilihat juga memiliki komposisi yang baik dan proporsional, namun ketika saya memasukkan spiral acuan Golden Section ternyata kedua karya ini tidak mengikuti kaidah tersebut, karena objek yang ada di dalam foto dititikberatkan di tengah bidang foto, bukan pada pusat spiral seperti dua foto yang pertama.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa aturan Golden Section yang berlaku bukanlah sesuatu yang mutlak dan harus diikuti demi mendapatkan hasil yang baik, namun hanya merupakan “garis bantu” untuk menentukan komposisi dan proporsi yang tepat dalam sebuah karya fotografi.
Di bawah ini saya melakukan sedikit analisis terhadap empat buah foto yang merupakan karya dari dua orang fotografer ternama di Indonesia yaitu Jerry Aurum dan Nicoline Patricia Malina dan kaitan foto tersebut terhadap Teori Golden Section.
karya Jerry Aurum karya Nicoline Patricia
Dua buah foto di atas yang merupakan contoh pertama ini merupakan hasil karya yang mengikuti kaidah Golden Section, dimana letak objek dititikberatkan pada pusat spiral yang merupakan acuan Golden Section, dari sini terlihat bahwa memang gambar yang mengikuti kaidah ini nampak proporsional dan memiliki nilai estetika yang baik
karya Jerry Aurum karya Nicoline Patricia
Kedua foto diatas, masih merupakan karya dari fotografer yang sama dan bila dilihat juga memiliki komposisi yang baik dan proporsional, namun ketika saya memasukkan spiral acuan Golden Section ternyata kedua karya ini tidak mengikuti kaidah tersebut, karena objek yang ada di dalam foto dititikberatkan di tengah bidang foto, bukan pada pusat spiral seperti dua foto yang pertama.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa aturan Golden Section yang berlaku bukanlah sesuatu yang mutlak dan harus diikuti demi mendapatkan hasil yang baik, namun hanya merupakan “garis bantu” untuk menentukan komposisi dan proporsi yang tepat dalam sebuah karya fotografi.
March 23, 2011
Indah Diukur dengan Geometri, Betulkah?
Geometri merupakan ilmu pengukuran terhadap bumi dan
ruangnya. Ketika dipikir-pikir, apakah guna Geometri dalam Arsitektur
itu? Mengapa kita perlu mempelajarinya?
“Architecture has some of the strongest
educational ties to geometric organization because of the necessity for
order and efficiency in construction, and the desire to create
aesthetically pleasing structures” (Kimberly Elam, 2001: 101)
Elam mengungkapkan bahwa arsitektur
mempunyai hubungan erat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan
adalah nilai estetika. Hal ini terbukti dari adanya jasa arsitek rumah,
arsitek bangunan, dsb. Darimanakah nilai estetis itu diukur? Karya
arsitektur dibatasi oleh aturan-aturan geometri yang ada, sehingga
bentuk menjadi terikat. Aturan geometri yang paling populer adalah
Golden Section.
“for without symmetry and proportion, no temple can have a regular plan” (Vitruvius, 1960)
Vitruvius berkata untuk membuat kuil
diperlukan rasio dan proporsi ukuran yang tepat. Sebenarnya hal ini
membuat keterbatasan dalam hal desain dan ide bentuk kuil. Apakah
geometri seperti ini bukan justru untuk membelenggu kreativitas
perancang? Suatu bangunan dikatakan indah jika rasio dan proporsi ukuran
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Barulah estetik. Dengan aturan
seperti itu, para arsitek jaman itu memiliki keterbatasan ide
kreatifitas mereka. Yang seharusnya bisa merancang apa, ternyata hanya
bisa apa. Namun, hal tersebut yang menjadi patokan keindahan mereka.
Yang sesuai proporsi dan rasio, itulah yang indah.
Namun, akankah semua bangunan diukur secara
geometri untuk mendapatkan estetika tersebut? Apakah hal itu berlaku
sampai sekarang secara sadar maupun tidak sadar?
Golden Ratio of Beautiful Face
Banyak orang yang mengatakan bahwa kecantikan seseorang itu
relatif. Namun manusia selalu ingin mengobjektifkan sesuatu yang
dianggap subjektif. Lalu apakah ada kecantikan yang absolut? Apakah ada
parameter yang akurat mengenai cantik atau tidaknya seseorang?
Banyak sekali wacana yang membahas mengenai kecantikan dan dikaitkan dengan Golden Ratio atau Golden Section.
Golden Ratio pada wajah dibentuk oleh deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, .. yang dari deret ini diapatkanlah golden ratio / Φ = 1.618 033 …
Dari Φ inilah dapat dibuat proporsi-proporsi untuk tubuh manusia. Sebenarnya golden ratio pada tubuh dan wajah manusia ini sudah ditemukan oleh Leonardo Da Vinci berabad-abad yang lalu. Namun apakah ini menjadi patokan yang absolut untuk menguji kecantikan manusia??
Maka dari golden ratio itu dibentuklah Golden Ratio Mask untuk menguji kecantikan wajah seseorang. Seperti inilah bentuknya..
Mask ini sudah banyak dicobakan ke wajah-wajah manusia di penjuru bumi khususnya di kalangan artis-artis hollywood. Dan ada beberapa artis yang sangat cocok dengan ‘mask’ ini sehingga kecantikannya dianggap absolut. Beberapa diantaranya adalah Angelina Jolie, Jessica Simpson, Tom Cruise, dan lain lain..
Namun ada pula artis-artis hollywood yang tidak cocok dengan ‘mask’ ini seperti Kirsten Dunst, Audrey Hepburn, Olivia Hussey, dan lain-lain.. namun tetap saja menurut saya mereka sangat cantik.
Lalu apakah golden ratio itu akurat / absolut? Mungkin memang akurat namun tidak untuk mendefinisikan kecantikan.. kembali lagi pada teori relativitas dari Bung Einstein..
Saya pun tergoda untuk mencobakan golden ratio masks itu pada beberapa foto orang termasuk foto saya sendiri. Dan beginilah hasilnya…
Sekilas memang terlihat bahwa wajah saya secara keseluruhan cocok dengan golden ratio mask ini. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, ada bagian-bagian yang tidak cocok seperti pada cuping hidung dan alis mata.
So.., do you think I’m beautiful ??
Sumber :
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://vladayvozkjusys.blogspot.com/2011/03/proportions-of-face.html
Banyak sekali wacana yang membahas mengenai kecantikan dan dikaitkan dengan Golden Ratio atau Golden Section.
Golden Ratio pada wajah dibentuk oleh deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, .. yang dari deret ini diapatkanlah golden ratio / Φ = 1.618 033 …
Dari Φ inilah dapat dibuat proporsi-proporsi untuk tubuh manusia. Sebenarnya golden ratio pada tubuh dan wajah manusia ini sudah ditemukan oleh Leonardo Da Vinci berabad-abad yang lalu. Namun apakah ini menjadi patokan yang absolut untuk menguji kecantikan manusia??
Maka dari golden ratio itu dibentuklah Golden Ratio Mask untuk menguji kecantikan wajah seseorang. Seperti inilah bentuknya..
Mask ini sudah banyak dicobakan ke wajah-wajah manusia di penjuru bumi khususnya di kalangan artis-artis hollywood. Dan ada beberapa artis yang sangat cocok dengan ‘mask’ ini sehingga kecantikannya dianggap absolut. Beberapa diantaranya adalah Angelina Jolie, Jessica Simpson, Tom Cruise, dan lain lain..
Namun ada pula artis-artis hollywood yang tidak cocok dengan ‘mask’ ini seperti Kirsten Dunst, Audrey Hepburn, Olivia Hussey, dan lain-lain.. namun tetap saja menurut saya mereka sangat cantik.
Lalu apakah golden ratio itu akurat / absolut? Mungkin memang akurat namun tidak untuk mendefinisikan kecantikan.. kembali lagi pada teori relativitas dari Bung Einstein..
Saya pun tergoda untuk mencobakan golden ratio masks itu pada beberapa foto orang termasuk foto saya sendiri. Dan beginilah hasilnya…
Sekilas memang terlihat bahwa wajah saya secara keseluruhan cocok dengan golden ratio mask ini. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, ada bagian-bagian yang tidak cocok seperti pada cuping hidung dan alis mata.
So.., do you think I’m beautiful ??
Sumber :
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://vladayvozkjusys.blogspot.com/2011/03/proportions-of-face.html
March 18, 2011
Seniman: Bakat atau Belajar?
Dalam perkuliahan Geometry dan Arsitektur yang membahas tentang
Golden Section muncul pertanyaan, apakah mereka (seniman, arsitek) telah
mengetahui tentang Golden Section atau memang hanya sebuah kebetulan
mereka membuat karya dan ditemukan Golden Section dalam karya mereka?
Atas pertanyaan ini saya membuat eksperimen dalam tugas essay pertama saya, yaitu mencari Golden Section dalam karya fotografi saya. Menariknya memang semua hal berbau “Golden” tersebut ada dalam foto – foto tersebut.
Dari hal ini muncul pertanyaan baru dalam diri saya, apakah semua itu memang sebatas kebetulan, atau saya berbakat dalam fotografi sehingga bisa membuat foto seperti itu?
*foto tidak disertai karena tidak bisa upload sendiri
Lalu apakah bakat itu?
Bakat adalah pola pikir, perasaan atau perilaku alami yang kita miliki.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.
Dalam teorinya mengenai multiple inteligences, Howard Gardner mengemukakan ada beragam bakat, yang disebut sebagai kecerdasan.
• Kecerdasan Linguistik
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik.
• Kecerdasan Antarpribadi
Kemampuan memahami dan bekerja dengan orang lain.
• Kecerdasan Intrapribadi
Kemampuan mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
• Kecerdasan Naturalis
Kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar.
• Kecerdasan Moral
Kemampuan untuk memiliki nilai-nilai & norma yang ada di masyarakat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menemukan orang – orang yang memiliki kecerdasan – kecerdasan tersebut bahkan sebelum mereka mempelajarinya.
Contoh pertama, kita pasti pernah melihat di televisi seorang anak kecil yang pandai bernyanyi dengan suara indah dan permainan nada yang baik. Padahal orang tuanya berkata bahwa anaknya itu hanya punya kebiasaan menyanyi tanpa pernah mempelajari not balok sekalipun.
Contoh kedua, kita juga pasti pernah melihat perlombaan menggambar dan mewarnai tingkat Taman Kanak – Kanak (TK). Ketika sang juara telah ditetapkan dan gambarnya diperlihatkan, kita juga akan berpendapat, “wah bagus sekali gambar anak itu, memang sudah bakat”. Mungkin orang yang sudah mempelajari tentang seni bisa mengatakan, pemilihan warnanya baik, komposisi gambar baik, pesan gambar juga tersampaikan. Yang jadi pertanyaan saya, apakah anak TK itu sudah mempelajari cara menggambar yang juga dipelajari oleh mahasiswa jurusan seni tingkat 1? Saya rasa tidak.
Meski tidak jelas apakah orang – orang seperti Le Corbusier atau Monet pernah mempelajari Golden Section sebelum mereka berkaya, tapi saya rasa mereka juga pasti punya bakat tersebut.
Dari kejadian – kejadian seperti ini, saya berpendapat bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang dan untuk menjadi seorang profesional dalam bidang tertentu pun ada pengaruh dari bakat yang tentunya memang butuh belajar lebih mendalam untuk meningkatkan bakat tersebut menjadi keahlian.
sumber:
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081010030958AAg3Klw
Atas pertanyaan ini saya membuat eksperimen dalam tugas essay pertama saya, yaitu mencari Golden Section dalam karya fotografi saya. Menariknya memang semua hal berbau “Golden” tersebut ada dalam foto – foto tersebut.
Dari hal ini muncul pertanyaan baru dalam diri saya, apakah semua itu memang sebatas kebetulan, atau saya berbakat dalam fotografi sehingga bisa membuat foto seperti itu?
*foto tidak disertai karena tidak bisa upload sendiri
Lalu apakah bakat itu?
Bakat adalah pola pikir, perasaan atau perilaku alami yang kita miliki.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.
Dalam teorinya mengenai multiple inteligences, Howard Gardner mengemukakan ada beragam bakat, yang disebut sebagai kecerdasan.
• Kecerdasan Linguistik
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik.
• Kecerdasan Antarpribadi
Kemampuan memahami dan bekerja dengan orang lain.
• Kecerdasan Intrapribadi
Kemampuan mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
• Kecerdasan Naturalis
Kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar.
• Kecerdasan Moral
Kemampuan untuk memiliki nilai-nilai & norma yang ada di masyarakat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menemukan orang – orang yang memiliki kecerdasan – kecerdasan tersebut bahkan sebelum mereka mempelajarinya.
Contoh pertama, kita pasti pernah melihat di televisi seorang anak kecil yang pandai bernyanyi dengan suara indah dan permainan nada yang baik. Padahal orang tuanya berkata bahwa anaknya itu hanya punya kebiasaan menyanyi tanpa pernah mempelajari not balok sekalipun.
Contoh kedua, kita juga pasti pernah melihat perlombaan menggambar dan mewarnai tingkat Taman Kanak – Kanak (TK). Ketika sang juara telah ditetapkan dan gambarnya diperlihatkan, kita juga akan berpendapat, “wah bagus sekali gambar anak itu, memang sudah bakat”. Mungkin orang yang sudah mempelajari tentang seni bisa mengatakan, pemilihan warnanya baik, komposisi gambar baik, pesan gambar juga tersampaikan. Yang jadi pertanyaan saya, apakah anak TK itu sudah mempelajari cara menggambar yang juga dipelajari oleh mahasiswa jurusan seni tingkat 1? Saya rasa tidak.
Meski tidak jelas apakah orang – orang seperti Le Corbusier atau Monet pernah mempelajari Golden Section sebelum mereka berkaya, tapi saya rasa mereka juga pasti punya bakat tersebut.
Dari kejadian – kejadian seperti ini, saya berpendapat bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang dan untuk menjadi seorang profesional dalam bidang tertentu pun ada pengaruh dari bakat yang tentunya memang butuh belajar lebih mendalam untuk meningkatkan bakat tersebut menjadi keahlian.
sumber:
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081010030958AAg3Klw
April 6, 2010
Golden Section = Sidik Jari Tuhan
Kata Golden Section pertama kali saya temui pada saat saya memasuki
tahun kedua berkuliah di Departemen Arsitektur Universitas Indonesia
yaitu pada mata kuliah Pengantar Arsitektur. Pada saat itu saya dan
teman-teman mendapat tugas menganalisis proporsi bagian tubuh dan
tumbuhan. Dua tahun berlalu, saya temui lagi istilah ini pada mata
kuliah Geometri dan Arsitektur. Cukup linglung rasanya ketika istilah
ini muncul dalam mata kuliah ini. Apalagi ketika kami, para peserta mata
kuliah ini dimohon untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
mengenai Golden Section. Suasana kelas hening. Tak ada yang dapat
menjelaskan. Usut punya usut, rupanya memang kami tidak tahu benar apa
itu Golden Section.
Saya cukup tercengang bahwa ternyata Golden Section itu muncul dalam berbagai objek seperti arsitektur, objek alam, musik, lukisan. Entah kebetulan atau apa. Awalnya saya merasa ini semua rada maksa. Pikiran saya sempat melayang ke film yang diperankan Jim Carrey yang berjudul The Number 23. Dalam film tersebut, tokoh yang dimainkan Jim Carrey selalu terobsesi dengan angka 23. Semua hal dihubungkan dengan angka 23. Itulah kesan awal saya mendapatkan fakta tentang Golden Section. Masa iya sih semua objek di alam ini mengandung Golden Section? Masih terlalu aneh saja bagi saya kalau semua objek di alam ini dijelaskan dengan angka yang (bagi saya) irrasional.
Perumusan Golden Section berdasarkan deret Fibonacci yang pernah kita pelajari ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Deret Fibonacci
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,….
Dalam deret Fibonacci, penjumlahan dua bilangan berurutan akan menghasilkan bilangan berikutnya.
1 + 2 = 3
2 + 3 = 5
3 + 5 = 8, begitu seterusnya
Perbandingan antara bilangan setelah dengan bilangan sebelum itulah yang menghasilkan phi (Φ) atau Golden Section.
1/1 = 1
2/1 = 2
3/2 = 1.5
5/3 = 1.666…
8/5 = 1.6
13/8 = 1.625
21/13 = 1.61538…
34/21 = 1.61905…
55/34 = 1.61764…
89/55 = 1.61861…
Bila diteruskan akan menghasilkan bilangan yang menarik yaitu
Saya cukup tercengang bahwa ternyata Golden Section itu muncul dalam berbagai objek seperti arsitektur, objek alam, musik, lukisan. Entah kebetulan atau apa. Awalnya saya merasa ini semua rada maksa. Pikiran saya sempat melayang ke film yang diperankan Jim Carrey yang berjudul The Number 23. Dalam film tersebut, tokoh yang dimainkan Jim Carrey selalu terobsesi dengan angka 23. Semua hal dihubungkan dengan angka 23. Itulah kesan awal saya mendapatkan fakta tentang Golden Section. Masa iya sih semua objek di alam ini mengandung Golden Section? Masih terlalu aneh saja bagi saya kalau semua objek di alam ini dijelaskan dengan angka yang (bagi saya) irrasional.
Perumusan Golden Section berdasarkan deret Fibonacci yang pernah kita pelajari ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Deret Fibonacci
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,….
Dalam deret Fibonacci, penjumlahan dua bilangan berurutan akan menghasilkan bilangan berikutnya.
1 + 2 = 3
2 + 3 = 5
3 + 5 = 8, begitu seterusnya
Perbandingan antara bilangan setelah dengan bilangan sebelum itulah yang menghasilkan phi (Φ) atau Golden Section.
1/1 = 1
2/1 = 2
3/2 = 1.5
5/3 = 1.666…
8/5 = 1.6
13/8 = 1.625
21/13 = 1.61538…
34/21 = 1.61905…
55/34 = 1.61764…
89/55 = 1.61861…
Bila diteruskan akan menghasilkan bilangan yang menarik yaitu
Φ = 1.618 033 988 7…
Inilah Golden Section!
Dalam mata kuliah ini, kami sempat
menyaksikan video mengenai fakta-fakta terdapatnya Golden Section.
Ternyata banyak sekali hal yang selalu kembali lagi ke Golden Section.
Saya pun melakukan browsing mengenai ini dan kemudian saya menemukan
sebuah video menarik dari http://www.youtube.com/watch?v=PjrK96wasDk.
Dalam video tersebut dijelaskan semua benda
di alam ini mengandung phi (Φ). Wajah, kerangka, telapak tangan bahkan
hingga sidik jari kita pun mengandung phi (Φ). Golden Section bukanlah
suatu kebetulan rupanya. Golden Section ada di setiap bagian hidup kita.
Phi (Φ) merupakan sidik jari Tuhan. Bilangan yang irrasional memang.
Sulit dijelaskan bukan bahwa ini hanyalah suatu kebetulan? Terlalu
banyak fakta yang mengungkapkan hal itu. Piramid di Mesir, Lukisan
Monalisa, Kuil Parthenon di Yunani dan masih banyak lainnya. Semua itu
tidak mungkin jika bukan karena kuasa Tuhan. Mengutip judul dari video
yang saya dapatkan Phi – The Fingerprint of God – 1,618 … Golden Ratio, Fibonacci Numbers,
saya sangat setuju bahwa phi (Φ) adalah sidik jari Tuhan. Tuhan
meninggalkan angka 1,618 pada setiap bagian hidup kita. Golden Section
adalah sidik jari Tuhan.
sumber:
March 31, 2010
Keterkaitan antara Golden Section dengan Bilangan Fibonacci
Dalam geometri membahas dengan berbagai macam hal salah satu
geometri memang erat kaitannya dengan golden section. Namun tidak hanya
membahas apakah geometri itu namun apakah golden section dengan bilangan
Fibonacci saling terkait?? Pertama-tama perkenalan akan golden section,
apakah golden section? Golden section merupakan salah satu hitungan
yang banyak dipakai dalam barbagai hal (pembuatan piramid, struktur
wajah manusia, tubuh manusia, struktur keong, alam dll) dengan
perhitungan:
Φ = ( 1 + √5)/2
Φ = 1.618…
Namun apakah bilangan Fibonacci?? Bilangan Fibonacci banyak digunakan sebagai pengaturan lantai dengan kotak berukuran (segi arsitektur) denga latar belakang perhitungan:
0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, 4181, 6765, 10946…
Φ = ( 1 + √5)/2
Φ = 1.618…
Namun apakah bilangan Fibonacci?? Bilangan Fibonacci banyak digunakan sebagai pengaturan lantai dengan kotak berukuran (segi arsitektur) denga latar belakang perhitungan:
0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, 4181, 6765, 10946…
- Barisan bilangan Fibonacci dapat dinyatakan sebagai berikut: Fn = (x1^n – x2^n)/ sqrt(5) dengan
- Fn adalah bilangan Fibonacci ke-n
- x1 dan x2 adalah penyelesaian persamaan x^2-x-1=0
April 2, 2009
Alam sebagai Basis Perancangan, Kaidah Proporsi dan Arsitektur
Hampir sepuluh tahun yang lalu, saya menonton sebuah film kartun
yang berjudul “Donald in Mathmagic Land”. Maklum, karena sepuluh tahun
lalu saya masih duduk di bangku SD, saya kurang memahami isi dari film
kartun ini karena menggunakan Bahasa Inggris dan tidak ada subtitle-nya.
Apalagi saya tidak tertarik untuk menontonnya karena film kartun ini
membahas matematika. Tetapi dari sinilah awal saya mengenal geometri
dalam arsitektur, walaupun masih dalam pengertian sederhana.
Di dalam film ini diceritakan bahwa bentuk-bentuk alam memiliki geometri yang ‘ajaib’. Bintang adalah salah satu bentuk (wujud) yang sangat banyak ditemukan pada alam, misalnya pada bunga, dan beberapa jenis organisme air. Bintang merupakan bentuk geometri yang ‘ajaib’ karena garis-garis penyusun bentuk bintang dapat menghasilkan golden proportion.
Dari golden proportion, dapat terbentuk golden rectangles, yang bila disusun terus menerus seperti pada ilustrasi berikut akan menghasilkan pola bentuk spiral, seperti pola spiral pada keong.
Kemudian, golden rectangles ini banyak diaplikasikan sebagai suatu kaidah perancangan pada arsitektur klasik. Contohnya pada bangunan Parthenon berikut, yang menggunakan kaidah golden rectangles (atau golden proportions) mulai dari lingkup bangunan secara keseluruhan sampai pada detail terkecilnya. Tidak hanya digunakan pada arsitektur, kaidah tersebut juga banyak diaplikasikan pada karya seni klasik, seperti patung atau lukisan.
Manusia banyak terinspirasi dari alam. Manusia cenderung hidup dengan belajar dari alam sekitarnya, mensarikan yang ia pelajari, kemudian mengaplikasikan hasil pembelajarannya tersebut terhadap apa yang ia ciptakan.
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)
.. Vitruvius therefore is saying that mimesis is natural to man, that it involves learning from things as they are found to be and then building upon that knowledge to make things “as they ought to be”.. (Crowe:1999)
Saya melihat ada suatu kesinambungan antara bentuk-bentuk alam, proporsi, dan arsitektur. Menurut saya, pada zaman arsitektur klasik, manusia mempelajari geometri dari bentuk-bentuk alam dan mensarikan pola-pola yang berhasil terungkap. Seperti bentuk bintang tadi yang banyak ditemukan di alam, ternyata menghasilkan golden proportion. Atau tubuh kita sendiri yang ternyata juga mengandung kaidah golden proportion. Dan kaidah tersebut diterapkan pada karya-karya manusia, termasuk arsitektur.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, bila saat itu manusia memang mempelajari bentuk-bentuk alam, mengapa “rumusan” yang dihasilkan berupa kaidah proporsi yang cenderung terkotak-kotak (ber-grid-grid), dan penuh dengan perhitungan matematis (seperti pada golden proportion atau teori Fibonacci)?
Eugene Tsui, seorang pengarang buku Evolutionary Architecture (Nature as a Basis for Design), mengatakan …the designation of space is determined by purely responsive and compositional elements, not as a grid-plane layout… (Tsui:1999)
Ruang merupakan sesuatu yang memiliki variasi bentuk dan pola, dinamis, dapat menekuk, melengkung, dan berliku-liku. Tidak ada order. Bila alam adalah basis untuk merancang, mengapa harus membuatnya terkotak-kotak?
Nature does not come forth with a predetermined shape (like the box) and then try to negotiate forces acting on that shape. In nature, the shape is determined by the forces act on it. (Tsui:1999)
Kembali lagi kepada film kartun “Donald in Mathmagic Land” dan perhatikan ilustrasi berikut. Siluet seorang gadis menggambarkan proporsi yang “ideal”, dan Donald digambarkan tidak memiliki postur yang proporsional. Jika siluet gadis saya analogikan sebagai arsitektur klasik yang menerapkan kaidah-kaidah proporsi golden rectangles, dan Donald Duck adalah arsitektur yang tidak memenuhi prinsip golden rectangles. Donald Duck tidak akan ada bila ia tidak menyimpang dari kaidah proporsi golden rectangles. Begitupula dengan arsitektur kontemporer, arsitektur kontemporer tidak ada bila tidak menyimpang dari kaidah proporsi arsitektur klasik. Arsitektur tidak harus memenuhi kaidah proporsi golden rectangles, bukan?
Sumber:
1. VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2. Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe
Di dalam film ini diceritakan bahwa bentuk-bentuk alam memiliki geometri yang ‘ajaib’. Bintang adalah salah satu bentuk (wujud) yang sangat banyak ditemukan pada alam, misalnya pada bunga, dan beberapa jenis organisme air. Bintang merupakan bentuk geometri yang ‘ajaib’ karena garis-garis penyusun bentuk bintang dapat menghasilkan golden proportion.
Dari golden proportion, dapat terbentuk golden rectangles, yang bila disusun terus menerus seperti pada ilustrasi berikut akan menghasilkan pola bentuk spiral, seperti pola spiral pada keong.
Kemudian, golden rectangles ini banyak diaplikasikan sebagai suatu kaidah perancangan pada arsitektur klasik. Contohnya pada bangunan Parthenon berikut, yang menggunakan kaidah golden rectangles (atau golden proportions) mulai dari lingkup bangunan secara keseluruhan sampai pada detail terkecilnya. Tidak hanya digunakan pada arsitektur, kaidah tersebut juga banyak diaplikasikan pada karya seni klasik, seperti patung atau lukisan.
Manusia banyak terinspirasi dari alam. Manusia cenderung hidup dengan belajar dari alam sekitarnya, mensarikan yang ia pelajari, kemudian mengaplikasikan hasil pembelajarannya tersebut terhadap apa yang ia ciptakan.
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)
.. Vitruvius therefore is saying that mimesis is natural to man, that it involves learning from things as they are found to be and then building upon that knowledge to make things “as they ought to be”.. (Crowe:1999)
Saya melihat ada suatu kesinambungan antara bentuk-bentuk alam, proporsi, dan arsitektur. Menurut saya, pada zaman arsitektur klasik, manusia mempelajari geometri dari bentuk-bentuk alam dan mensarikan pola-pola yang berhasil terungkap. Seperti bentuk bintang tadi yang banyak ditemukan di alam, ternyata menghasilkan golden proportion. Atau tubuh kita sendiri yang ternyata juga mengandung kaidah golden proportion. Dan kaidah tersebut diterapkan pada karya-karya manusia, termasuk arsitektur.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, bila saat itu manusia memang mempelajari bentuk-bentuk alam, mengapa “rumusan” yang dihasilkan berupa kaidah proporsi yang cenderung terkotak-kotak (ber-grid-grid), dan penuh dengan perhitungan matematis (seperti pada golden proportion atau teori Fibonacci)?
Eugene Tsui, seorang pengarang buku Evolutionary Architecture (Nature as a Basis for Design), mengatakan …the designation of space is determined by purely responsive and compositional elements, not as a grid-plane layout… (Tsui:1999)
Ruang merupakan sesuatu yang memiliki variasi bentuk dan pola, dinamis, dapat menekuk, melengkung, dan berliku-liku. Tidak ada order. Bila alam adalah basis untuk merancang, mengapa harus membuatnya terkotak-kotak?
Nature does not come forth with a predetermined shape (like the box) and then try to negotiate forces acting on that shape. In nature, the shape is determined by the forces act on it. (Tsui:1999)
Kembali lagi kepada film kartun “Donald in Mathmagic Land” dan perhatikan ilustrasi berikut. Siluet seorang gadis menggambarkan proporsi yang “ideal”, dan Donald digambarkan tidak memiliki postur yang proporsional. Jika siluet gadis saya analogikan sebagai arsitektur klasik yang menerapkan kaidah-kaidah proporsi golden rectangles, dan Donald Duck adalah arsitektur yang tidak memenuhi prinsip golden rectangles. Donald Duck tidak akan ada bila ia tidak menyimpang dari kaidah proporsi golden rectangles. Begitupula dengan arsitektur kontemporer, arsitektur kontemporer tidak ada bila tidak menyimpang dari kaidah proporsi arsitektur klasik. Arsitektur tidak harus memenuhi kaidah proporsi golden rectangles, bukan?
Sumber:
1. VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2. Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe
February 23, 2009
What is Geometry?
Sebenarnya apa itu geometry? Dan apa peranan geometry dalam arsitektur? Selama ini saya beranggapan bahwa geometry adalah sesuatu yang berkaitan dengan matematika,rumus,hitungan dan aturan-aturan yang mendasari dari hitungan-hitungan tersebut. Karena di dalam geometry ada aturan-aturan yang harus diikuti seperti adanya rumus-rumus dalam matematika. Dan seperti dalam hitungan matematika, apabila kita menggunakan rumus yang salah, maka hitungan itu pun akan salah.“Geometry is a branch of mathematics. It involves studying the shape, size, and position of geometric figures. These figures include plane (flat) figures, such as triangles and rectangles, and solid (three-dimensional) figures, such as cubes and spheres ” (http://en.wikipedia.org/wiki/Geometry).
Dan dari kutipan diatas, entah kenapa geometri seperti lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti seperti segitiga, segiempat, lingkaran, atau cube. Di dalam bentuk-bentuk ini pun juga terdapat rumus-rumus yang mendasarinya. Lalu apabila geometri dipadupadankan dengan arsitektur, mungkinkah geometri ini juga menjadi aturan-aturan pada arsitektur? Seperti contohnya pada hitungan golden section yang digunakan untuk hitungan proporsi. Di dalam golden section terdapat perbandingan-perbandingan yang apabila perbandingan itu sesuai maka hasilnya adalah golden section yaitu 1,618..
Maka bukankah golden section ini adalah contoh penarapan aturan yang diberikan geometry untuk arsitektur? Bahkan apabila di dalam matematika, ada kemungkinan terdapat hasil yang berbeda-beda dengan rumusnya sama. Sedangkan di dalam golden section, terdapat rumus dan hasil yang sama. Maka bukankah ini menjadi aturan yang sangat mengikat dalam arsitektur? Apakah setiap bagian dari design harus menggunakan aturan dan hasil yang sama seperti aturan golden section?
Apabila saya katakan geomerty merupakan pengikat untuk arsitektur, maka bisa dikatakan geomerty sangat menentukan dalam arsitektur. Namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Vitruvius dalam buku Ten Books of Architecture. Kutipan dari beliau adalah:
“ Geometry, also, is of much assistance in architecture, and in particular it teaches us the use of the rule and compasses, by which especially we acquire readiness in making plans for buildings in their grounds, and rightly apply the square, the level, and the plummet…difficult questions involving symmetry are solved by means of geometrical theories and methods.” (Ten Books of Architecture)
Geometri dikatakan sebagai bantuan untuk arsitektur dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan simetri, membuat plans, dan segala sesuatu yang berbuhubungan dengan ruler dan compass. Geometri tidak dikatakan sebagai leader namun hanya sebagai assistance. Menurut Vitruvius, geometri juga bukan satu-satunya yang harus dipelajari oleh seorang arsitek. Banyak cabang ilmu yang tidak hanya geometri, namun juga filosofi, medicine, music, history, astronomy, dan hukum yang harus diketahui oleh arsitek.
“Let him be educated, skilful with the pencil, instructed in geometry, know much history, have followed the philosophers with attention, understand music, have some knowledge of medicine, know the opinions of the jurists, and be acquainted with astronomy and the theory of the heavens.” (Ten Books of Architecture)
Bukankah ini juga menjelaskan bahwa geometri bukanlah satu-satunya yang harus dijadukan patokan utama dalam arsitektur? Banyak aspek-aspek lain seperti music, filosofi, hukum, kedokteran, dan astronomi juga berperan dalam arsitektur. Geometri yang dikatakan Vitruvius seperti merujuk ke sebuah metode yang digunakan utnuk menyelesaikan permasalahan simetri dan proporsi pada bangunan. Namun apa sebenarnya geometri hanya berperan sebagai metode untuk simetri dan proporsi dalam arsitektur? Dan apabila geometry hanya sebagai sebuah metode dalam arsitektur, lalu bisakah arsitektur terlepas dari geometri, proporsi atau simetri tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar