NYAMUK
Allah menciptakan nyamuk sepertinya sebagai sindiran kepada kita.
Pernahkah kita menelusuri jejak drama kehidupan nyamuk yang sangat
mengharukan itu? Pernahkah kita mencoba simpati atau berempati betapa
keras dan kasarnya kehidupan nyamuk, melebihi kerasnya kehidupan anak
jalanan sekalipun..! ah betapa mengharukan sekali.
Lihatlah! Nyamuk itu diciptakan dengan nyali pemberani, lebih berani
dari peserta uka-uka. Drama nyamuk dimulai dari ketika nyamuk merasa
gelisah karena perutnya keroncongan. Nyamuk mendekati sasaran yang jauh
lebih besar berjuta-juta kali lipat dari tubuhnya. Lewat sensornya ia
meneropong bagian darah terbanyak. Meski kepakan sayapnya menimbulkan
suara, tak ada pilihan untuk mundur. Perlahan hinggap mencoba menusukkan
mulutnya, diantara debaran hidup dan mati. Ia mempertaruhkan nyawa
untuk bisa makan.
Tidak pernah ada dalam kamus sejarah, nyamuk menikmati saat proses
makan. Adakalanya ia akan dihantam dengan lima jari. Tak berhenti di
situ, saat ia berhasil melarikan diri ia diburu tak hanya 5 jari tapi 10
jari. Mungkin sebaiknya kita mengalah menyadari kehebatannya dengan
mengikhlaskan sepersekian mili dari darah kita. Tapi tidak…..! Sudah
tangki penuh, kecepatan melambat tepukan mengejutkan menghacurkan tubuh
mungilnya. Tengoklah tembok-tembok yang berwarna merah itu bukti dari
dendam kesumat kita.
Nyamuk memang dramatis sekali. Betapa kita kalah dengan nyamuk. Kita
bertopang dagu menunggu rezeki tidak berusaha menjemput rezeki. Kita tak
berusaha menjadi mahasiswa prestatif, mahasiswa terbaik karena merasa
keterbatasan finansial, sarana prasarana. Jangan-jangan kita tidak mampu
bukan karena kita tidak mampu tapi karena kita bersu’udhon dengan diri
kita. Kita ambil pelajaran nyamuk, jika nyamuk bisa senekat itu maka
kita juga harus bisa nekat. Coba kita refleksikan, nyamuk saja
mempertaruhkan nyawa untuk makan, pasti kita juga bisa berjuang dengan
apa yang kita punyai untuk cita-cita atau tujuan kita.
KUPU-KUPU
Suatu ketika ada seorang kuli bangunan yang bekerja di pinggir
sungai. Adzan dhuhur pun bergema, bergegas kuli ini untuk menunaikan
sholat. Usai sholat, ia pun duduk istirahat di bawah pohon. Terik
matahari membuatnya berniat untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba saja
perhatiannya tertuju pada benda yang membuatnya penasaran. Benda itu
bergerak-gerak, dan muncul warna yang indah dengan belum sempurna. Oh
ternyata itu kepompong!
Ditungguilah kupu-kupu yang hendak keluar. Kuli itu penasaran kupu
apa gerangan yang akan keluar. Detik demi detik, menit demi menit
membuat kuli bosan. Akhirnya ia memutuskan untuk menolong hewan mungil
ini. ”Ah….akan kubantu kau kupu”, bisiknya dalam hati. Diambilnya pisau
kecil dan ia buka kepompong itu. Alhasil kupu pun keluar dengan
sempurna. Namun ada yang aneh, kupu itu tak pula terbang. Kuli mencoba
menghalaunya, tak pula terbang. Hingga jenuh, akhirnya kuli itu kembali
bekerja dengan beribu pertanyaan. ”Kenapa kupu itu tidak terbang?”
Sahabat, ternyata kupu-kupu keluar dari kepompongnya butuh waktu dan
proses. Kupu-kupu akan terbang apa bila ia keluar dengan natural bukan
cara instan dan bantuan. Ibarat kita pula, kesuksesan bukan diambil
dengan cara pintas yang dianggap pantas. Tapi butuh pengorbanan, lelehan
keringat serta derai air mata. Allah lebih tahu apa yang kita butuhkan,
dan Dia akan memberi apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan.
Coba kita renungkan cerita berikut:
”Aku minta pada Allah setangkai bunga segar nan indah, tapi Dia
berikan kaktus berduri. Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik,
tapi Dia berikan ulat berbulu. Aku sedih, kecewa dan protes betapa
tidak adilnya ini. Namun kemudian, kaktus itu berbunga indah, bahkan
sangat indah. Ulat itupun tumbuh mejadi kupu kupu yang amat cantik.
Itulah jalan Allah, indah pada waktunya. Allah tidak memberi apa yang
kita inginkan tapi Dia memberikan apa yang kita butuhkan. Kadang kita
kecewa, terluka, tapi jauh diatas segalanya, Dia sedang merajut yang
terbaik untuk kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar