Minggu, 04 November 2012

NYAMUK

NYAMUK
Allah menciptakan nyamuk sepertinya sebagai sindiran kepada kita. Pernahkah kita menelusuri jejak drama kehidupan nyamuk yang sangat mengharukan itu? Pernahkah kita mencoba simpati atau berempati betapa keras dan kasarnya kehidupan nyamuk, melebihi kerasnya kehidupan anak jalanan sekalipun..! ah betapa mengharukan sekali.
Lihatlah! Nyamuk itu diciptakan dengan nyali pemberani, lebih berani dari peserta uka-uka. Drama nyamuk dimulai dari ketika nyamuk merasa gelisah karena perutnya keroncongan. Nyamuk mendekati sasaran yang jauh lebih besar berjuta-juta kali lipat dari tubuhnya. Lewat sensornya ia meneropong bagian darah terbanyak. Meski kepakan sayapnya menimbulkan suara, tak ada pilihan untuk mundur. Perlahan hinggap mencoba menusukkan mulutnya, diantara debaran hidup dan mati. Ia mempertaruhkan nyawa untuk bisa makan.
Tidak pernah ada dalam kamus sejarah, nyamuk menikmati saat proses makan. Adakalanya ia akan dihantam dengan lima jari. Tak berhenti di situ, saat ia berhasil melarikan diri ia diburu tak hanya 5 jari tapi 10 jari. Mungkin sebaiknya kita mengalah menyadari kehebatannya dengan mengikhlaskan sepersekian mili dari darah kita. Tapi tidak…..! Sudah tangki penuh, kecepatan melambat tepukan mengejutkan menghacurkan tubuh mungilnya. Tengoklah tembok-tembok yang berwarna merah itu bukti dari dendam kesumat kita.
Nyamuk memang dramatis sekali. Betapa kita kalah dengan nyamuk. Kita bertopang dagu menunggu rezeki tidak berusaha menjemput rezeki. Kita tak berusaha menjadi mahasiswa prestatif, mahasiswa terbaik karena merasa keterbatasan finansial, sarana prasarana. Jangan-jangan kita tidak mampu bukan karena kita tidak mampu tapi karena kita bersu’udhon dengan diri kita. Kita ambil pelajaran nyamuk, jika nyamuk bisa senekat itu maka kita juga harus bisa nekat. Coba kita refleksikan, nyamuk saja mempertaruhkan nyawa untuk makan, pasti kita juga bisa berjuang dengan apa yang kita punyai untuk cita-cita atau tujuan kita.
KUPU-KUPU
Suatu ketika ada seorang kuli bangunan yang bekerja di pinggir sungai. Adzan dhuhur pun bergema, bergegas kuli ini untuk menunaikan sholat. Usai sholat, ia pun duduk istirahat di bawah pohon. Terik matahari membuatnya berniat untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba saja perhatiannya tertuju pada benda yang membuatnya penasaran. Benda itu bergerak-gerak, dan muncul warna yang indah dengan belum sempurna. Oh ternyata itu kepompong!
Ditungguilah kupu-kupu yang hendak keluar. Kuli itu penasaran kupu apa gerangan yang akan keluar. Detik demi detik, menit demi menit membuat kuli bosan. Akhirnya ia memutuskan untuk menolong hewan mungil ini. ”Ah….akan kubantu kau kupu”, bisiknya dalam hati. Diambilnya pisau kecil dan ia buka kepompong itu. Alhasil kupu pun keluar dengan sempurna. Namun ada yang aneh, kupu itu tak pula terbang. Kuli mencoba menghalaunya, tak pula terbang. Hingga jenuh, akhirnya kuli itu kembali bekerja dengan beribu pertanyaan. ”Kenapa kupu itu tidak terbang?”
Sahabat, ternyata kupu-kupu keluar dari kepompongnya butuh waktu dan proses. Kupu-kupu akan terbang apa bila ia keluar dengan natural bukan cara instan dan bantuan. Ibarat kita pula, kesuksesan bukan diambil dengan cara pintas yang dianggap pantas. Tapi butuh pengorbanan, lelehan keringat serta derai air mata. Allah lebih tahu apa yang kita butuhkan, dan Dia akan memberi apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Coba kita renungkan cerita berikut:
”Aku minta pada Allah setangkai bunga segar nan indah, tapi Dia berikan kaktus berduri. Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik, tapi Dia berikan ulat berbulu. Aku sedih, kecewa dan protes betapa tidak adilnya ini. Namun kemudian, kaktus itu berbunga indah, bahkan sangat indah. Ulat itupun tumbuh mejadi kupu kupu yang amat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya. Allah tidak memberi apa yang kita inginkan tapi Dia memberikan apa yang kita butuhkan. Kadang kita kecewa, terluka, tapi jauh diatas segalanya, Dia sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar