Sabtu, 03 November 2012

Saling menanam dan menuai berkah. Belajar dari alam

Saling menanam dan menuai berkah. Belajar dari alam

4 Komentar
Siapa menanam, ia yang menuai hasilnya. Sama saja sih dengan kita menanamkan kebaikan. Tangan Tuhan pasti akan sampai juga entah lewat siapa. Eh, ini cuma perumpamaan. Yang jelas banyak hal yang kita bisa pelajari dari alam ini tentang bagaimana mendapat reward atau menuai hasil. Gak percaya? Banyak binatang yang dianggap rendah atau tidak dipedulikan oleh manusia (yang katanya khalifah di muka bumi) justeru perilakunya memberi kearifan tentang hidup ini. Hehehe, terlalu filosofis ya…. Barangkali…. Tapi apa artinya semut-semut yang ada di pepohonan?
Semut-semut

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS Sad : 27 )
Semut-semut tinggal di pucuk-pucuk pohon Macaranga dan terkena getahnya. Tetapi ini adalah getah yang memang diharap-harap sang semut sementara si Macaranga mendapat perlindungan dari semut terhadap para pemakan daun yang takut dengan semut. Jadi kedua pihak mendapat berkahnya. Macaranga mampu mempertahankan dirinya sebagai tumbuhan perintis, sementara semut-semut dapat hidup tenang dengan pasokan makanan yang teratur.
Masih ingat si pohon beringin yang seringkali dianggap angker itu? Keangkeran yang tak dipedulikan oleh berbagai satwa tetapi kedatangan para satwa yang menyukai buahnya ini sebenarnya menggambarkan suatu kerjasama yang baik. Buah beringin mengandung kalsium yang sangat tinggi, bahkan tiga kali lebih tinggi  dari buah jenis lain (baca di sini tentang Beringin dan kalsiumnya). Bayangkan, bahkan sebelum burung rangkong memberikan servisnya kepada si beringin dengan menyebarkan biji-biji beringin di pohon-pohon lain yang ditenggerinya, kandungan kalsiumnya sudah dapat diperolehnya. Itulah rewardnya, yang menjadikan rangkong kuat terbang dan telur-telurnya mendapat pasokan kalsium yang cukup dan menetas dengan baik.
Di malam yang kelam, para kelelawar terbang berseliweran. Kelelawar penyerbuk mampir ke bunga mangga, petai, atau durian untuk menyesap sedikit madu sambil menyediakan jasa membawa serbuk sari dan menyerbuki bunga di pohon yang lain. Sedikit madu memang kebutuhan hidup bagi kelelawar. Tetapi tanpa disadari, ada begitu besar kandungan gula yang ia serap begitu mudahnya.
Psychonotis piepersii on Asteraceae weed
Inilah suatu bentuk interaksi dan interaksi adalah salah satu proses ko-evolusi. Evolusi yang terjadi berbarengan antara dua pihak yang saling mempengaruhi. Antara bunga, burung, kupu-kupu, dan kelewar ada saling penyesuaian (baca di sini). Bunga-bunga yang dikunjungi kelelawar mungkin tak berwarna mencolok, tetapi berbau tajam, mekar di malam hari. Bentuk kepala si burung pijantung kecil (Arachnothera longirostra) dengan paruhnya yang melengkung dapat demikian tepatnya dengan bentuk bunga pisang yang tubular, sama seperti hummingbird dengan bunga Heliconia. Atau si kumpulan bunga soka yang juga berbentuk tubular dan sangat pas bagi belalai penghisap si kupu-kupu Papilio memnon, seperti bunga-bunga Asteraceae bagi si kupu-kupu mungil Psychonotis piepersii di rerumputan. Keduanya saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling membutuhkan. Satu pihak tak ada, mungkin ada pihak lain yang mengisi ruang itu, tetapi mungkin pula terputus mata rantainya. Tak ubahnya dengan putusnya suatu rantai kebaikan………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar